D. Penaklukan Kerajaan Yerusalem
a.
Kerajaan Kristen Yerusalem di Zaman Sultan Shalahuddin
Pada tahun 1174, sepeninggal Raja
Almaric, maka Kerajaan Yerusalem dipimpin oleh anaknya yang baru berumur 13
tahun, Baldwin IV. Ia adalah seorang penderita lepra sejak kecil. Walaupun
masih muda, namun ia memiliki keberanian dan kekuatan hati. Hanya saja, karena
dalam kondisi fisik yang tidak memungkinkan dan umurnya yang masih sangat muda,
maka ia menyerahkan urusan pemerintahan kepada walinya, Raymond dari Tripoli.
Karena lemahnya Raja,
maka muncullah 2 kubu pada tubuh Kerajaan Yerusalem yang sama-sama kuatnya
mempengaruhi keputusan sang Raja. Pertama adalah kubu merpati, yaitu kelompok
yang lebih menyukai berdamai dengan kaum muslimin. Pendukung terpenting kubu
ini antara lain adalah Raymond dari Tripoli, Balian dan Baldwin bersaudara dari
Ibelin. Kedua adalah kubu elang, yaitu kelompok yang lebih menyukai perang,
pertumpahan darah dan harta kekayaan. Kubu ini dipimpin oleh Reynald de
Chatilon, Gerard dari Ridford dan Guy of Lusignan.
Pada tahun 1177, Raja
Baldwin IV merasa sudah cukup kuat untuk memimpin pemerintahan, sehingga ia
mengambil secara penuh hak atas kekuasaanya dari Raymond. Kesempatan ini
dipergunakan oleh Sultan Shalahuddin untuk menyerang Yerusalem, yang ia perkirakan
dalam kondisi lemah. Namun dalam penyerangan pertama ini ia mengalami
kekalahan, karena ternyata pasukan Kerajaan Yerusalem masih bersatu padu.
Setelah kejadian ini,
Baldwin IV merasa perlu untuk menjaga kemakmuran rakyatnya, sehingga ia mengajukan
genjatan senjata dengan Sultan. Sebenarnya perdamaian bukanlah pilihan Sultan,
namun karena tahun itu adalah musim paceklik yang membuat rakyat cukup
menderita, akhirnya ia menyetujui permintaan Baldwin. Mulai tahun 1177,
Kerajaan Yerusalem dan Kesultanan dibawah pimpinan Shalahuddin mengalami
masa-masa damai selama 4 tahun. Tidak ada yang boleh membunuh satu sama lain,
jika ada yang membunuh seorang muslim, maka ia harus dihukum mati, begitu pun
sebaliknya.
Perdamaian bukanlah
pilihan bagi kubu elang seperti Reynald de Chatilon. Di tahun 1181 ia membuat
keonaran dengan menyerang karavan dagang yang akan menuju ke Mekkah ketika
melewati wilayah kekuasaannya di Karak. Ia merampas semua harta kekayaan para
pedagang, membunuh dan menawan orang-orang tsb. Karena kejadian ini, maka
rusaklah perjanjian damai. Sebagai raja, Baldwin IV ternyata tidak mampu
menghukum Reynald, karena kuatnya posisinya, bahkan Baldwin sendiri tidak mampu
mengembalikan harta yang telah dijarah oleh Reynald.
Sebagai langkah balasan
dalam rangka mengembalikan para tawanan, maka Sultan Shalahuddin menawan 150
peziarah Kristen sebagai sandera. Namun ternyata cara ini pun tidak dapat
memaksa Reynald melepaskan sanderanya, bahkan menjadikan mereka sebagai budak
yang dijual. Akhirnya, Sultan masuk ke Negara mereka, menghancurkan desa-desa
dan ladang-ladang di Galilea, mengepung Beirut dan dapat menaklukkan benteng
Habis Jaldack di seberang sungai Yordan.
Dalam kondisi seperti
itu pun Reynald masih saja agresif ingin menyerang wilayah kaum muslimin. Di
tahun yang sama bahkan Reynald bersama pasukannya merencanakan penyerangan ke
Mekah, Madinah dan kota-kota pelabuhan di laut merah menggunakan kapal-kapal.
Bersama pasukan bajak lautnya, ia mulai menyerang kawasan kaum muslimin. Dengan
sigap, saudara Sultan, Sayfuddin Al Adil langsung berangkat dari Mesir untuk
membendung pasukan Reynald. Akhirnya pasukan pengacau ini dapat dikalahkan dan
sebagian besarnya dapat ditawan, walaupun Reynald sendiri dapat melarikan diri.
Mendengar kejadian ini, akibat penodaan terhadap kedua kota suci kaum muslimin,
Sultan kemudian bersumpah akan membunuh Reynald dengan tangannya sendiri.
September 1183, setelah
Sultan menguasai Aleppo, ia mulai menyerang Yordania dan memasuki Galilea.
Menghadapi ini, Guy of Lusignan sebagai wali Raja menggantikan Raymond mulai
memobilisasi pasukannya untuk menghadang Sultan di Kolam Goliath. Dengan
berkemah di hadapan kemah pasukan Sultan, Guy hanya mengambil posisi pasif,
tidak agresif menyerang. Karena Guy menolak untuk bentrokan terbuka dengan
pasukan Sultan, akhirnya Sultan menarik mundur pasukannya karena cuaca dan
iklim di sana kurang bersahabat.
Dirasa kurang cakap
dalam memimpin, Raja Baldwin IV mencopot perwalian Guy dan menggantinya kembali
dengan Raymond. Sehingga Raymond menjadi wali kerajaan sampai Baldwin meninggal
dunia.
Ada kejadian penting
pula yang perlu kita catat di saat sebelum meninggalnya Baldwin IV. Sultan
Shalahuddin yang telah lama menargetkan Reynald sebagai target nomor 1 dalam
daftar pencariannya, bergerak menuju ke benteng Karak. Dengan segera pasukannya
mengepung benteng tersebut dan menghujaninya dengan manjanik dan mangonel.
Ternyata, di dalam benteng tersebut sedang dilangsungkan pernikahan antara
Isabella, anak angkat Balian dari Ibelin dan Humprey, anak angkat Reynald.
Untuk memberitahukan kejadian tersebut, si tuan rumah sengaja memberikan
hidangan pernikahan tersebut kepada Sultan. Mengetahui kejadian itu, Sultan
memerintahkan pasukannya menghentikan serangan karena tidak ingin mengganggu malam
pengantin mereka berdua. Bahkan, setelah mengetahui datangnya pasukan yang
dipimpin langsung oleh Raja Baldwin IV untuk melindungi benteng Karak, Sultan
menarik diri pasukannya karena tidak ingin memakan banyak korban.
Tahun 1185 Raja Baldwin
IV meninggal dunia di usia 24 tahun. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan
kepada walinya, Raymond agar sepeninggalnya nanti, yang akan menggantikannya
sebagai Raja Yerusalem adalah kemenakannya yang masih kecil, Baldwin V anak
dari adik kandungnya, yaitu Sybilla dengan suami pertamanya, Baldwin dari
Ibelin. Putri Sybilla sendiri telah bercerai dengan Baldwin dari Ibelin dan
menikahi Guy of Lusignan dari kubu elang. Kemudian, Raja Baldwin IV juga
berpesan kepada Raymond, jika Baldwin V tidak dapat hidup sampai umur 10 tahun,
maka untuk memilih Raja Yerusalem yang baru harus diputuskan oleh Paus di
Vatikan bersama Raja Inggris dan Raja Perancis.
Sesuai wasiat Baldwin
IV, maka Baldwin V menjadi raja Yerusalem yang baru dan Raymond dari Tripoli
menjadi walinya. Merasa pemerintahannya kurang kondusif, maka Raymond
mengajukan perdamaian dengan Sultan Shalahuddin. Sultan menerimanya dan
perjanjian perdamaian ini ditandatangani untuk jangka waktu 4 tahun. Entah
karena sakit atau pembunuhan, setahun setelah itu, sekitar bulan Agustus 1186
Baldwin V meninggal dunia di Acre.
Raymond sang wali Raja
dan Joscelin sang menteri menghadiri prosesi pemakanan Baldwin V. Setelah
pemakanan, Joscelin menyarankan Raymond untuk segera berangkat ke Tiberias agar
mengadakan rapat dewan dengan para baron demi mendiskusikan wasiat dari Raja
Baldwin IV tentang penunjukan Raja yang baru.
Tanpa diduga oleh
Raymond sebelumnya, ketika ia dan para baron berada di Tiberias, ternyata
terjadi kup di istana Yerusalem. Uskup Agung Yerusalem Herakles mendahuluinya,
ia meresmikan Guy of Lusignan sebagai Raja Yerusalem dan Sybilla sebagai Ratu
Yerusalem. Besar kemungkinan, Joscelin sang menteri berada di balik scenario
besar ini. Peresmian Raja Yerusalem yang baru ini tidak diketahui oleh kubu
merpati yang kebanyakan adalah para baron, hanya dihadiri oleh kubu elang saja.
Merasa dikhianati, Raymond tidak mau mengakui kekuasaan Raja Guy of Lusignan.
Ia lebih memilih menjaga territorialnya sendiri saja, di wilayah Tripoli dan Tiberias.
b.
Perang Hittin
·
Penyebab Perang Hittin
Raja
Yerusalem yang baru, Guy of Lusignan adalah seorang yang kurang cakap dalam
memimpin. Ia kurang tegas dan mudah sekali dipengaruhi oleh kubu elang yang
lebih menyukai peperangan.
Raja Yerusalem terakhir, Guy of Lusignan
Raja Yerusalem ini selalu menunggu
kesempatan untuk dapat menguasai daerah Islam seperti Mesir dan Suriah karena
sangat berdekatan dengan wilayah kekuasaanya di Yerusalem dan daerah sekitar
pantai. Dengan naiknya Guy of Lusignan dari kubu elang sebagai Raja Yerusalem,
maka Reynald seperti merasa bebas melakukan apapun yang ia inginkan. Selama
pemerintahan Baldwin IV dan V ia selalu diawasi oleh Raymond dari Tripoli,
sehingga gerakannya terbatas, namun sekarang Raymond telah keluar dari
pemerintahan, jadi ia sekarang merasa bebas melakukan perampokan dan pembunuhan
di wilayah Islam. Reynald banyak melakukan teror terhadap muslim yang melintasi
Mesir menuju ke Suriah ataupun Mekkah yang melewati daerah kekuasaanya.
Peta
Jalur perdagangan Mesir – Suriah dan jalur jamaah haji yang melewati daerah
kekuasaan Reynald de Chatilon, penguasa Karak.
Sebenarnya
antara Shalahuddin dan Reynald telah terjalin perjanjian perdamaian. Salah satu
isi perjanjian perdamaian tersebut adalah diperbolehkannya kafilah dagang Mesir
menuju ke Suriah atau sebaliknya melewati wilayah Karak dengan aman. Ternyata
Reynald mengkhianati perjanjian tersebut. Pada tahun 582 H atau tahun 1186 M,
selang beberapa minggu setelah pengangkatan Guy of Lusignan, Reynald dan
pasukannya menyerang kafilah dagang yang berangkat dari Mesir menuju ke Suriah,
sehingga dia merebut harta benda dan menawan mereka. Tawanan tersebut
diperlakukan buruk oleh Reynald, bahkan ia menghina Rasulullah SAW dengan
mengatakan kepada mereka “Kalau kalian mempercayai Muhammad, sekarang panggil
dia untuk membebaskan kalian yang tertawan dan menyelamatkan kalian dari
keburukan yang menimpa kalian”. Kejadian ini membuat Shalahuddin marah. Sultan
Shalahuddin lalu mengirimkan surat kepada Reynald dan juga Raja Yerusalem untuk
meminta pertanggungjawaban atas perbuatan tersebut. Dengan sombongnya, Raja Guy
menolak permintaan Shalahuddin.
·
Persiapan Perang
Penolakan pertanggungjawaban Raja Guy
berarti adalah pembatalan perjanjian perdamaian, sehingga perang pasti sudah
tidak mungkin dielakkan lagi. Shalahuddin sudah berniat penuh untuk membalas
orang-orang Frank salib tersebut bahkan ingin sekali membebaskan Yerusalem. Dia
mengumumkan jihad ke seluruh pelosok negeri Mesir, Suriah dan Irak agar kaum
muslimin bersiap-siap baik jiwa maupun materi untuk menggempur pasukan salib di
Yerusalem, Karak dan seluruh kerajaan mereka. Terbentuklah pasukan Islam yang
cukup besar sekitar 20.000 prajurit infantri (pasukan pejalan kaki) dan 12.000
pasukan kaveleri (pasukan berkuda) beserta perbekalan dan alat-alat perang yang
lengkap untuk memenuhi maksud tersebut. Mereka semua berkumpul di Damaskus
dengan mendirikan tenda-tenda dan mengibarkan bendera-bendera panji Islam. Para
ulama dan khatib jum’at mendoakan mereka agar menang dalam menghadapi perang
besar kali ini.
Mengetahui keadaan yang sangat genting
ini, Raymond dan penguasa Anthiokia segera mengajukan perdamaian dengan pihak
Sultan Shalahuddin. Hal ini mereka lakukan agar kampanye Sultan yang hendak menyerang
Yerusalem tidak sampai ke wilayah kekuasaan mereka. Sultan menyetujui
pernanjian damai ini, sehingga Raymond dan Sultan sekarang telah berdamai dan
menjadi sekutu yang baru.
Mengetahui bahwa Raymond telah
mengadakan perjanjian damai dengan Sultan, Raja Guy marah. Ia kemudian
berkeinginan untuk menyerang Raymond di Tiberias karena merasa dikhianati.
Melihat kondisi yang genting ini, Balian dari Ibelin lalu datang ke Yerusalem
menemui Guy untuk menenangkan situasi. Ia mengatakan bahwa jika Raja Guy menyerang
Raymond, maka ia akan kehilangan pendukungnya, karena ia akan sangat
membutuhkan pasukan Raymond untuk mengalahkan Sultan yang akan menyerangnya. Ia
menyarankan agar sebaiknya Raja Guy berdamai saja dengan Raymond supaya dapat
mengatasi kondisi yang sulit ini. Raja Guy menyetujui pendapat Balian, akhirnya
ia menunjuk Balian agar dapat mengatur proses perdamaiannya dengan Raymond.
Maka berangkatlah utusan perdamaian
menuju ke Tiberias pada tanggal 29 April 1187. Dari pihak Raja Guy, ia mengutus
pemimpin Ksatria Templar dan Ksatria Ordo Hospitalier sebagai wakilnya. Mereka
telah merencanakan akan bertemu dengan Balian di kastil La Feve yang terletak
di dataran Esdraelon, desa Galilea daerah Tiberias.
Pada tanggal 30 April 1187, putra
Sultan Shalahuddin, Al Afdhal mendatangi Raymond di Tiberias dan mengajuakan
satu permintaan. Al Afdhal meminta ijin kepada Raymond untuk memasuki wilayah
Galilea sebagai pasukan penyelidik pasukan Yerusalem. Dengan berat hati,
Raymond menyetujui permintaan tersebut, karena kini Sultan telah menjalin
perdamaian dengannya. Hanya saja Raymond mensyaratkan agar pasukan penyelidik
itu hanya 1 hari saja memasuki wilayah Galilea, pada sore harinya mereka harus
kembali lagi. Al Afdhal menyetujuinya dan berjanji akan kembali sore harinya
dan tidak akan merusak desa dan menjarah.
Di hari itu, Raymond mengutus
ksatrianya sebagai wakil perdamaiannya dengan Raja Guy. Ia berpesan pula kepada
utusannya itu bahwa mereka dan para utusan Raya Guy harus bersembunyi dari
pasukan Al Afdhal yang akan memasuki Galilea besok. Ketika malam tiba, masih di
tanggal 30 April, sampailah utusan Raymond di kastil La Feve dan bertemu dengan
utusan Raja Guy, yang salah satunya adalah Gerald dari Ridford, pemimpin orde
Ksatria Templar. Begitu disampaikan oleh utusan Raymond tentang akan datangnya
pasukan Al Afdhal memasuki Galilea dan diperintahkannya mereka untuk
bersembunyi, maka bangkitlah kesombongan Gerald. Ia merasa sebagai Ksatria
Templar, maka ia tidak boleh takut pada musuh dan tidak akan bersembunyi sebagai
seorang pengecut.
Maka, pada malam itu juga Gerald
memerintahkan untuk mengumpulkan para Ksatria Templar di wilayah Galilea agar
datang ke tempatnya. Kemudian datanglah perwira tinggi Ksatria Templar, James
Muray bersama sekitar 90 orang ksatrianya untuk bergabung bersama Gerald di
kastil La Feve. Keesokan paginya, bergabung pula sekitar 40 ksatria sukarelawan
dari Galilea di Nazaret, dekat daerah Cresson.
Tanggal 1 Mei 1187, sesuai kesepakan
Al Afdhal dengan Raymond kemarin, maka masuklah 7.000 pasukan kavaleri Islam
yang dipimpin oleh Al Afdhal menuju wilayah Galilea. Sedangkan di pihak Ksatria
Templar dan Ksatria orde Hospitalier yang dipimpin oleh Gerald tengah mencari
pasukan Islam. Sesampainya mereka di sebuah padang rumput di daerah Cresson, mereka
melihat begitu banyaknya pasukan Islam yang memasuki Galilea. Hal ini tidak
mereka prediksi sebelumnya. Akibatnya muncullah perdebatan di kalangan pemimpin
mereka, antara Gerald, James dan guru Orde Hospitalier. James dan guru Orde
Hospitalier lebih memilih untuk mundur, karena tidak mungkin menyerang pasukan
yang jumlahnya sebanyak itu dengan jumlah pasukan mereka yang tidak lebih dari
150 orang saja.
Tidak ada kata mundur bagi Gerald, ia
tetap pada rencana semula untuk menyerang pasukan Islam walau dalam kondisi
apapun. Bahkan Gerald menuduh James penakut dan lari dalam perang. Merasa
dilecehkan, James mengatakan bahwa ia bukanlah seorang pengecut, bahkan ia
lebih berani daripada Gerald di medan pertempuran. Akhirnya mereka semua
bersepakat untuk melakukan misi bunuh diri itu karena merasa dirinya adalah
ksatria salib yang berani mati. Majulah semua pasukan Ksatria Templar dan
Ksatria Orde Hospitalier menggempur pasukan Al Afdhal. Dan tentu saja pasukan
Islam lebih unggul daripada mereka karena jumlahnya yang jauh lebih banyak.
Sore harinya, masih di tanggal 1 Mei,
sesuai kesepakatan dengan Raymond, maka Al Afdhal telah keluar dari Galilea.
Namun, ada pemandangan yang berbeda dari pasukan ini, ketika memasuki Galilea
di pagi hari, tombak-tombak dan pedang mereka bersih, namun ketika keluar
darinya di sore hari, tombak-tombak pasukan depan ini masing-masing tertancap 1
kepala Ksatria Templar. Melihat kejadian ini secara langsung di depan
bentengnya di Tiberias, Raymond sangat terpukul dan merasa bersalah.
Raja Guy lalu menuduhnya sebagai
seorang pengkhianat Kristen. Dengan perasaan yang sedih dan bersalah, akhirnya
Raymond memutuskan perjanjian damainya dengan Sultan dan memilih bergabung
dengan pasukan Yerusalem. Raja Guy merasa sangat senang, karena akhirnya ia
mendapat dukungan Raymond dan pasukannya.
Raja
Yerusalem yang mengetahui tentang maksud Shalahuddin untuk menyerang, mulai mempersiapkan diri dan pasukannya demi
menghadapi perang besar ini. Dia mengumpulkan panglima perangnya seperti
Reynald penguasa Karak, Balian dari Ibelin dan Raymon penguasa Tripoli. Mereka
semua berkumpul di Acre sehingga jumlah pasukannya juga hampir sama dengan
jumlah pasukan Shalahuddin, yaitu sekitar 20.000 pasukan infantri dan 12.000
pasukan ksatria penunggang kuda.
·
Kronologis Peperangan
Marilah kita simak jalannya peperangan
Shalahuddin di Hittin berikut ini yang merupakan perang yang sangat menentukan
untuk dikuasainya kembali Yerusalem oleh kaum muslimin.
Perhatikan peta perjalanan
peperangannya berikut :
Peta
perjalanan kedua pasukan dan jalannya pertempuran di Hittin
Menurut
Dr Abdullah Nashih Ulwan penulis buku Shalah Ad Din Al Ayyubi; Bathal Hithin wa
Muharrir Al Quds Min Ash Shalibiyyin bertepatan pada bulan Rabiul Akhir 583 Hijriyah
(bukan di bulan Ramadhan, seperti beberapa pendapat lainnya) atau akhir bulan
Juni 1187 Masehi, pasukan Sultan Shalahuddin telah keluar dari Damaskus
kemudian berangkat menuju Tal Ashtarah. Sedangkan pasukan salib pimpinan Raja
Guy of Lusignan sudah keluar dari Acre dan menuju ke daerah yang bernama
Saphorie yang subur dan banyak sumber airnya. Raja Guy telah membagi 3 kekuatan
pasukannya, pasukan depan dipimpin oleh Raymond, pasukan utama dia pimpin
sendiri, sedangkan pasukan belakang dipimpin oleh Balian, Reynald dan beberapa
panglima lainnya.
Pada
tanggal 27 Juni 1187, pasukan salib berkemah di Saphorie, sedangkan pasukan
Sultan Shalahuddin pada tanggal 1 Juli telah menyeberangi sungai Yordan dan
berkemah di dekat daerah Senabra. Pasukan salib rencananya akan menunggu dan
menghadapi pasukan Sultan Shalahuddin di Saphorie, karena daerah ini sudah
mereka kuasai, termasuk sumber-sumber airnya. Sedangkan Sultan Shalahuddin
tidak kalah cerdiknya dalam membuat strategi perang, dia beranggapan tidak baik
bagi pasukannya menghadapi pasukan salib di Saphorie, karena dengan sumber air
yang mereka kuasai, pastilah pasukan Sultan akan kehausan dalam perang
nantinya, sehingga bisa mengakibatkan kekalahan di pihaknya.
Strategi yang dilakukan oleh Sultan
adalah dengan membagi 2 pasukannya, sebagian kecil pasukan dia pimpin sendiri
untuk menyerang Benteng Tiberias, yaitu benteng pertahanan milik Raymond dari
Tripoli, sedangkan pasukan intinya yang besar dipimpin oleh panglimanya
Mudzaffar ad Din Kukubri untuk meneruskan perjalanan ke daerah Kafr Sabt.
Tujuan Sultan menyerang Benteng Tiberias adalah memancing pasukan salib untuk
menyelamatkan benteng tersebut, sehingga mereka keluar dari daerah Saphorie
yang subur. Jika mereka berjalan ke arah Tiberias, maka pasukan intinya yang
dipimpin oleh Mudzaffar dapat menyergap mereka di Tanduk Hittin (Horn of
Hattin), yaitu daerah bukit yang gersang dan kering sumber airnya.
Raymond yang sudah berpengalaman dalam
berbagai medan peperangan telah mengetahui taktik pancingan Sultan. Walaupun
Tiberias adalah wilayah kekuasaannya, dan dia paling berkepentingan untuk
membebaskannya dari kepungan pasukan Sultan, namun ia mengemukakan pendapatnya
kepada Raja Guy agar tetap bertahan di Saphorie dan jangan terpancing oleh
siasat Sultan. Karena ia tahu bahwa jika pasukan salib melewati daerah gersang
seperti bukit Tanduk Hittin dan disergap di sana, maka pasukan ini pasti akan
hancur. Sedangkan ia sangat paham dengan karakter Sultan Shalahuddin yang
pemaaf, maka Sultan pasti tetap akan memperlakukan dengan baik para tawanan
Tiberias. Awalnya, Raja Guy terpengaruh oleh pendapat Raymond dan
menyetujuinya. Namun, ketika di malam harinya, kubu elang yang dipimpin oleh
Reynald de Chatilon masuk ke kemah Raja Guy dan mempengaruhinya agar pergi ke
Tiberias untuk menyerang pasukan Sultan. Reynald mengatakannya sebagai seorang
pengecut jika ia tidak berani menghadapi pasukan Sultan. Terpengaruh oleh
ajakan kubu elang, akhirnya Raja Guy memutuskan untuk menghadapi Sultan di
Tiberias. Tentu saja hal ini sangat mengejutkan Raymond dan kubu merpati,
dengan berat hati, akhirnya mereka tetap mengikuti perintah Raja Guy.
Pada tanggal 2 Juli 1187, pasukan
Shalahuddin telah mengepung benteng Tiberias dan berhasil menguasai kotanya.
Sedangkan pasukan salib pada tanggal 3 Juli pagi hari sudah mulai bergerak
keluar dari Saphorie menuju ke Tiberias. Begitu mendengar berita tentang
keberangkatan pasukan salib menuju Tiberias, Sultan sangat senang, karena
ternyata taktik perangnya berhasil.
Jalur menuju Tiberias dari Saphorie
adalah melewati Tur’an, Kafr Sabt lalu Tiberias. Tetapi karena daerah Kafr Sabt
telah dikuasai oleh pasukan Shalahuddin, maka pasukan salib mengambil jalur
alternatif yang lain yaitu melewati Tanduk Hittin.
Pada tanggal 3 Juli 1187 tengah hari,
pasukan salib telah sampai di Tur’an yang berjarak sekitar 10 km dari Saphorie.
Tur’an adalah daerah yang subur dan banyak sumber airnya, maka pasukan salib
memenuhi kantung-kantung air mereka untuk bekal perjalanan mereka ke Tiberias.
Sore harinya mereka telah sampai di bukit Tanduk Hittin. Bukit ini begitu
gersang serta udara saat itu juga cukup panas dan kering. Persediaan air
pasukan salib sudah mulai habis, disebabkan beratnya medan pegunungan menuju
Hittin dan panas teriknya matahari.
Sebelum pasukan salib mencapai Tanduk
Hittin, pasukan Islam yang dipimpin oleh Mudzaffar telah memblokade jalan di
lembah Hittin yang banyak mengandung sumber air dan menguasainya terlebih
dahulu. Sedangkan Shalahuddin dan sebagian besar pasukannya telah berbalik arah
dari benteng Tiberias menuju ke lembah Hittin untuk bersatu kembali dengan
pasukan Mudzaffar. Dia meninggalkan sebagian kecil pasukannya untuk mengepung
benteng Tiberias, yang akhirnya dapat dikuasai setelah beberapa hari kemudian.
Shalahuddin membagi 3 kelompok besar pasukannya, pasukan yang dia pimpin
sendiri, pasukan yang dipimpin oleh Mudzaffar dan pasukan yang dipimpin oleh
keponakannya, yaitu Taqiuddin. Dia memerintahkan Taqiuddin untuk memblokade
jalan di sebelah utara lembah agar pasukan salib tidak dapat menuju lembah
Hittin yang kaya sumber air, sedangkan dia sendiri memblokade jalan di bagian
selatannya. Pasukan Mudzaffar diperintahkan untuk memecah pasukan utama dengan
pasukan belakang musuh.
Sore itu bertemulah kedua pasukan.
Pasukan salib yang kehausan, langsung menyerang pasukan Shalahuddin karena
ingin mendapatkan air di lembah Hittin. Dengan kekuatan penuh, pasukan
Shalahuddin berhasil mematahkan serangan mereka sehingga tidak dapat mencapai
sumber air. Pasukan Mudzaffar pun dapat memukul mundur pasukan belakang musuh
sehingga mereka terjepit kembali ke bukit Tanduk Hittin.
Pasukan Sultan Shalahuddin dan pasukan Raja Guy bertemu
di Hittin
Begitu malam tiba, Raja Guy
memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan disebabkan kelelahan dan
kehausan. Dia berharap bisa mendapatkan air di sumur-sumur sekitar bukit
tersebut, tetapi usahanya sia-sia, karena ternyata sumur-sumur pun telah kering.
Akibatnya, malam itu pasukan salib berada dalam keadaan yang sangat haus karena
dari sore tidak memiliki air untuk diminum.
Pagi – pagi sekali tanggal 4 Juli
mereka dikejutkan oleh kebakaran di kemah-kemah mereka, akibat sabotase dari
pasukan Shalahuddin. Panas api ditambah rasa haus yang sangat membuat pasukan
salib tidak berdaya. Serangan yang mereka lancarkan di hari itu sangat lemah
dan kurang bertenaga, akibatnya pasukan Shalahuddin dapat menghancurkan pasukan
mereka dan memisahkan pasukan infantri dan pasukan berkuda mereka. Pasukan
depan mereka hancur dipatahkan oleh pasukan Taqiuddin. Raymond dapat lolos dari
kepungan bersama sebagian kecil saja diantara pasukannya. Begitu mereka lolos,
pasukan Taqiuddin langsung memblokade agar pasukan Raymond tidak dapat masuk
lagi bergabung dengan pasukan intinya. Dengan perasaan yang kecewa bercampur
dengan kesedihan yang mendalam, Raymond berusaha membuka kembali blokade
tersebut. Namun ia gagal, bahkan ia terbunuh di medan perang Hittin ini.
Melihat kejadian itu, sebagian pasukannya yang tersisa melarikan diri ke Tyre.
Pasukan infantri yang merupakan
pasukan inti pimpinan Raja Guy mencoba menembus blokade pasukan Shalahuddin,
namun selalu gagal, akibatnya mereka terpukul mundur ke bukit Tanduk Hittin dan
banyak yang terbunuh di sana.
Ilustrasi pelukis tentang dipukul mundurnya pasukan
infantry pasukan salib
Pasukan belakang mereka berhasil
dihadang dan dibuat kocar kacir oleh pasukan Mudzaffar. Tanpa dukungan pasukan
infantri, kuda –kuda pasukan kavaleri ksatria Templar banyak yang terkena panah pasukan muslim
sehingga mereka harus berjalan kaki. Meskipun dengan tekad yang sangat kuat dan
berusaha sekuat tenaga menembus barisan pertahanan pasukan Islam, tetapi tetap
saja mereka tidak mampu menembusnya. Akhirnya mereka semua terpojok di bukit
Tanduk Hittin dan terpaksa menyerah.
Ilustrasi pelukis tentang pasukan ksatria Templar yang
dihujani panah
·
Akhir Perang Hittin
Sore itu pada tanggal 4 Juli 1187, pasukan salib kalah total di Hittin
dan menyerah. Diantara mereka yang tertangkap adalah Raja Yerusalem, yaitu Guy
of Lusignan dan penguasa Karak yaitu Reginand de Chatillon. Sedangkan Balian of
Ibellin dan sebagian pasukannya berhasil lolos menuju ke Tyre. Pasukan salib
yang terluka dirawat dengan baik oleh Shalahuddin, yang ditawan juga
diperlakukan secara manusiawi.
Sore itu didirikanlah tenda untuk
Sultan Shalahuddin, kemudian didatangkanlah Raja Guy dan Reynald. Raja Guy
sangat kehausan, sehingga ia meminta minum. Shalahuddin adalah raja yang sangat
baik hati, ia memberikan Raja Guy segelas air dingin. Raja Guy menyisakan
sedikit minuman tersebut, lalu memberikannya kepada Reynald, kemudian ia
langsung mengambil dan meminumnya. Melihat kejadian tersebut, Shalahuddin
sangat marah dan berkata kepada Raja Guy “ Aku tidak memperkenankanmu
memberikannya minum karena aku tidak memberikan jaminan keamanan padanya.”
Shalahuddin masih marah kepada Reynald
yang sudah memperlakukan buruk para tawanan, menjarah kafilah dagang, menteror
jamaah haji dan terutama menghina Rasulullah SAW. Ia masih ingat perkataan
Reynald kepada para tawanan ketika itu “Kalau kalian mempercayai Muhammad,
sekarang panggil dia untuk membebaskan kalian yang tertawan dan menyelamatkan kalian
dari keburukan yang menimpa kalian”. Sultan berkata kepada Reynald “Aku adalah
duta Rasulullah SAW untuk menolong umatnya.” Kemudian Sultan memenuhi janjinya
dengan memenggal sendiri kepala Reynald. Melihat Raja Guy yang ketakutan, ia
berkata “tenanglah, tidak biasanya para raja itu membunuh raja-raja lainnya.
Akan tetapi orang ini (Reynald) telah melampaui batas,maka dari itu terjadilah
padanya apa yang telah terjadi”. Akhirnya ia mengirimkan Raja Guy ke penjara
Damaskus dan memperlakukannya dengan baik, bahkan nantinya setelah penaklukan
Yerusalem, ia melepaskan Raja Guy atas permintaan Ratu Sybila, istri Raja Guy.
Gambaran pelukis tentang kekalahan pasukan salib dan
perbincangan Sultan Shalahuddin dengan Raja Guy of Lusignan
Kemenangan Shalahuddin di Hittin
adalah pembuka jalan bagi penaklukan Yerusalem. Inti kemenangan pasukan
Shalahuddin di Hittin adalah karena bekal taqwa, tawakal sepenuhnya kepada
Allah SWT, dukungan material dan doa kaum muslimin, pasukan yang kuat dan
senantiasa dalam ketaatan kepada Allah, Rasulullah dan pemimpin mereka serta
strategi perang yang sangat tepat. Strategi perang yang dilakukannya mirip
sekali dengan strategi perang Rasulullah SAW ketika di perang Badr. Strategi
perangnya adalah dengan menguasai sumber air di medan peperangan terbuka, hal
ini dilakukan agar semangat pasukan lawan menjadi lemah karena kehausan dan
kelelahan.
Strategi perang di Badr ini
dikemukakan oleh seorang sahabat Rasulullah SAW yang bernama Hubab bin Mundzir
yang kemudian dibenarkan oleh Nabi dan mereka melakukannya. Ketika Rasulullah
berhenti dan bermarkas di sebuah tempat di dekat mata air Badr, yang dirasakan
oleh Hubab bukanlah tempat yang strategis, maka sahabat ini bertanya “Wahai
Rasulullah, apakah tempat ini adalah atas wahyu dari Allah atau hanya strategi
perang saja?” Rasulullah menjawab “ini hanya strategi perang saja” lalu Hubbab
berkata “ Wahai Rasullah, ini bukanlah tempat yang strategis, pindahlah hingga
engkau bisa menjadikan seluruh sumur itu berada di belakang posisimu dan keringkanlah
seluruh sumur itu serta sisakan satu saja. Kemudian galilah di sekitarmu sebuah
kolam. Lalu kita memerangi musuh, dan kita bisa minum sedang mereka tidak,
hingga Allah memutuskan perkara antara kita dengan mereka”. Strategi ini
terbukti sangat jitu dan akhirnya Rasullah SAW beserta para sahabatnya berhasil memenangkan perang
Badr ini walaupun jumlah mereka ketika itu hanya 305 orang sedangkan kafir
Quraish 950 orang dan 200 kuda perang.