A. Sejarah
Kerajaan Kristen Yerusalem
Sebelum kita mengetahui tentang jati
diri Sultan Shalahuddin, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu tentang
terbentuknya Kerajaan Kristen Yerusalem di bumi Palestina, mengingat sejarahnya
mendahului kelahiran Shalahuddin sendiri.
Sejarah ini akan membawa kita kembali
lagi di zaman ketika Rasulullah SAW masih hidup di abad 7 Masehi, beberapa
tahun setelah beliau hijrah ke kota Madinah. Ketika itu, daerah Syam (wilayah
Palestina, Libanon dan Suriah saat ini) telah dikuasai oleh Kerajaan Romawi
Timur yang berpusat di Konstantinopel (sekarang bernama Istambul, Turki).
Kaisar Romawi Timur yang menaklukkan Syam itu bernama Heraklius. Ia mampu
menguasai seluruh wilayah Syam setelah mengalahkan Kerajaan Persia di sana.
Rasulullah SAW pernah mengirimkan
surat kepada Heraklius untuk mengajaknya masuk Islam dan memperkenalkan dirinya
sebagai utusan Allah. Sebenarnya, Heraklius sama sekali tidak meragukan berita
tentang akan datangnya seorang utusan Allah setelah Yesus (Isa As). Ia
mengetahui berita tentang akan datangnya seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab
dari kitab injilnya dan beberapa manuskrip kuno yang ia miliki. Ia juga
mengetahui dengan pasti bahwa suatu saat nanti para pengikut Nabi akhir zaman
itu akan sangat banyak dan dapat menguasai dunia. Orang yang mengikuti agama
yang dibawanya akan mulia dan yang meninggalkannya akan dihinakan oleh Allah
SWT. Tetapi sangat disayangkan, yang menghalanginya masuk Islam hanyalah karena
ketakutannya kehilangan kekuasaan atas Kerajaan Romawi Timur yang saat itu
terbentang dari Konstantinopel di Eropa Syam di Asia sampai Mesir di Afrika
Utara. Ditambah lagi, Kerajaan Romawi Timur adalah pusat dari agama Kristen
Ortodok yang telah mereka anut sejak berdirinya kerajaan ini di abad 3 Masehi.
Merasa tidak mampu menolak takdir Allah SWT yang telah diberitakan dari lisan
Yesus (Isa As) sang utusan-Nya maka Heraklius pernah berkata ketika ia berada
di kota Damaskus (ibukota Syam) “suatu
saat nanti pasti para pengikut Nabi itu akan sampai di tanah yang aku pijak
ini”
Nyatalah apa yang diucapkan oleh
Heraklius. Di zaman Khalifah Umar bin Khattab yang memerintah di tahun 13 H –
23 H (623 – 633) wilayah Syam dapat ditaklukkan kaum muslimin (kisah
penaklukannya, silakan baca Muawiyah bin Abi Sufyan). Dengan hati yang sedih
karena kekalahan pasukannya, Heraklius yang saat itu masih menjabat sebagai
Kaisar Romawi harus kembali ke ibukota kerajaannya di Konstantinopel. Kaum
muslimin dapat menguasai Palestina, yang termasuk di dalamnya adalah kota
Yerusalem yang diagungkan oleh 3 agama, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi.
Bahkan, khusus untuk penyerahan kunci kota suci ini, Umar bin Khattab sendiri
yang berangkat dari Madinah untuk mengambilnya dari Uskup Yerusalem ketika itu.
Yerusalem bagi kaum muslimin adalah
kota suci ke tiga setelah Mekkah dan Madinah. Hal ini disebabkan karena di
dalam kota ini terdapat Masjidil Aqso, tempat tujuan Isronya Rasulullah dan
kiblat pertama kaum muslimin. Bagi kaum Kristiani, Yerusalem adalah kota suci
sebagai tempat ziarah mereka karena di kota ini terdapat Gereja Makam Suci.
Gereja ini mereka yakini adalah tempat Yesus disalib, sehingga jika dapat
berziarah ke gereja ini, maka seluruh dosa-dosanya akan diampuni. Bagi orang
Yahudi, di kota ini terdapat kuil Sulaiman, yaitu tempat mereka berdoa dan
meratapi seluruh dosa-dosanya.
Kota suci ini terus saja di bawah
penguasaan kaum muslimin yang adil dan membebaskan agama apapun untuk datang
berziarah sampai tahun 1099 dikuasai oleh pasukan salib. Bagaimana kota ini bisa
dirampas dari tangan kaum muslimin?
Kejadian ini bermula di bulan November
1095, ketika Paus Urbanus yang karena iri terhadap kekuasaan Islam yang
terbentang luas di Asia, Afrika dan Andalusia mengumpulkan para bangsawan
Eropa, tuan tanah (baron) dan para pendeta untuk membebaskan Yerusalem dari
tangan kaum muslimin. Ia berpidato dengan berapi-api menyemangati mereka agar
segera berangkat ke Yerusalem. Ia mengatakan bahwa para peziarah Kristen di
Yerusalem selalu diperlakukan tidak baik, mereka dibunuh dan disiksa. Walaupun
isi pidatonya tidak sesuai dengan fakta yang ada, namun ini ternyata dapat
menimbulkan semangat di kalangan bangsawan Eropa untuk bangkit. Ditambah lagi
dengan iming-iming mendapatkan pengampunan dosa dan syurga jika mereka mampu membebaskan
kota suci mereka itu. Inilah cikal bakal meletusnya Perang Salib I di dunia
timur.
Akhirnya di bulan Agustus 1096,
mulailah terkumpul rombongan pertama Pasukan Salib yang terdiri dari para tuan
tanah, para bangsawan, para ksatria, orang-orang miskin, para pembunuh dll yang
berjumlah sangat banyak, lebih dari 300.000 orang. Rombongan kedua bahkan
dengan jumlah yang lebih fantastis, 500.000 orang. Pemimpin Pasukan Salib itu
cukup banyak, diantara yang menonjol adalah Godfrey dan Baldwin bersaudara dari
Bouillon, Bohemond dari Taranto, Peter si pertapa dll. Diantara
pemimpin-pimimpin itu, yang paling menonjol adalah Godfrey dan Baldwin karena
mereka adalah keturunan langsung dari Raja besar Eropa dan legenda mereka,
yaitu Charlemagne. Dengan berbagai motivasi, mereka pun datang dari Eropa
menuju ke Asia dengan melalui jalur darat. Ada yang punya motivasi religius
seperti Godfrey, namun Baldwin lebih kuat memiliki motivasi kekuasaan, para
pembunuh memiliki motivasi pengampunan, orang-orang miskin lebih kepada motif
mencari penghidupan yang lebih baik di tanah timur.
Dengan berbagai kesulitan, rintangan,
wabah penyakit, kelaparan dll, namun ternyata mereka mampu mengatasi semua itu
karena kuatnya motivasi. Dalam perjalanan menuju ke Asia, melewati Konstantinopel
dan menyebrangi Teluk Tanduk Emas sampailah mereka di Nicea, ibukota Kesultanan
Seljuk pada bulan Mei 1097. Tidak adanya Sultan di ibukota karena sedang berada
di perbatasan negeri, mempermudah mereka menguasai Nicea. Kemudian, mereka
melanjutkan perjalanan ke arah Yerusalem melewati garis pantai.
Juli 1097 ketika sampai di daerah yang
bernama Dorylaeum pasukan salib disergap oleh pasukan Sultan Seljuk, Kilij
Arsalan. Serangan yang mendadak ini membuat mereka kacau, kocar kacir dan
banyak yang terbunuh. Pasukan Sultan Seljuk di atas angin dan hampir memperoleh
kemenangan telak atas pasukan salib. Namun tiba-tiba kondisi peperangan
mendadak berubah, pasukan salib pimpinan Raymund dari St. Gilles datang dari
arah belakang dan menghantam pasukan Sultan Seljuk. Mendapatkan serangan
kejutan yang tanpa diduga ini membuat pasukan Sultan menjadi berantakan dan
lari, bahkan banyak di antara mereka yang terbunuh.
Setelah kemenangannya ini, maka
perjalanan pasukan salib sudah hampir tidak ada hambatan. Tanggal 21 September
1097 mereka menguasai kota Tarsus, kemudian Adana dan Misis. 20 Februari 1098,
Baldwin dapat menguasai Edessa, ibukota Armenia.
Bulan Oktober 1097 mereka mulai
mengepung benteng Anthiokia yang kokoh dan kuat. Lamanya pengepungan yang
berlangsung lebih dari 1 tahun itu membuat pasukan salib menderita, banyak
diantara mereka yang mati kelaparan, terjangkit penyakit menular, bahkan para
ksatria salib banyak yang melakukan deserse. Andaikan saja tidak ada seorang
perwira tinggi Anthiokia yang berkhianat membukakan gerbang kota, kemungkinan
besar pasukan salib I ini akan hancur di depan gerbang Anthiokia. Namun,
tanggal 13 Januari 1099 kota ini dapat mereka rebut dan banyak penduduk sipil
muslim yang dibunuh ketika itu.
Setelah penaklukan Anthiokia, maka
perjalanan selanjutnya adalah tujuan akhir mereka, Yerusalem. Tanggal 7 Juni
1099 sampailah pasukan salib itu di depan benteng kota suci Yerusalem. Dengan
semangat yang berapi-api dan teriakan histeris melihat kota Yerusalem, mereka
langsung menyerbu benteng kota. Dengan usaha yang sangat keras dan semangat
religius untuk membebaskan tanah sucinya, akhirnya mereka dapat memasuki
Yerusalem pada tanggal 15 Juli 1099.
Seperti yang biasa mereka lakukan
terhadap kota-kota lainnya yang telah mereka kuasai, pembantaian terhadap kaum
muslimin baik laki-laki maupun perempuan terjadi di dalam kota. Tidak ada
seorang pun yang mereka ijinkan untuk hidup lebih lama daripada 2 hari saja.
Kebencian mereka terhadap kaum muslimin tanpa ada alasan yang benar ini telah membawa
dampak terbunuhnya 80.000 orang penduduk muslim dan Yahudi di Yerusalem ketika
itu.
Bagi kita mungkin itu adalah
pemandangan yang sangat mengerikan, tetapi bagi pasukan salib pembantaian
tersebut adalah pemandangan indah. Karen Armstrong dalam bukunya Perang Suci berkata bahwa Raymund dari
Aguiles menceritakan kejadian tersebut :
“Sejumlah
pemandangan indah musti disaksikan. Beberapa tentara kami memenggal kepala
musuh mereka. Yang lain memanah mereka sehingga jatuh dari menara-menara. Yang
lain menyiksa mereka lebih lama dengan membakar mereka. Tumpukan kepala, tangan
dan kaki dapat dilihat di jalan-jalan kota. Sampai-sampai seseorang yang
berjalan di situ harus berhati-hati agar langkah kakinya tidak menginjak
bangkai lelaki dan kuda. Tetapi semua itu, tidak berarti bila dibandingkan
dengan apa yang terjadi di Kuil Sulaiman, tempat biasanya dilaksanakan berbagai
upacara keagamaan. Apa yang terjadi di sana? Jika kukatakan yang sebenarnya,
pasti itu akan melampaui kemampuan kalian untuk mempercayainya. Jadi, cukuplah
kukatakan bahwa, paling tidak, di Kuil Sulaiman dan berandanya pasukan kami
menunggangi kuda yang bergerak di antara genangan darah setinggi lutut dan tali
kekang kuda mereka. Benarlah itu suatu hukuman yang adil dan bagus dari Tuhan,
sehingga tempat ini dipenuhi oleh darah kaum tak beriman, karena tempat ini
telah menderita begitu lama karena pelecehan mereka.”
Begitulah cara mereka menguasai
Yerusalem di tahun 1099, dengan melakukan pembantaian yang kejam dan sadis.
Perlu kita ingat benar kejadian ini, sehingga dapat kita bandingkan dengan
peristiwa penaklukan kembali Yerusalem di tahun 1187 oleh Sultan Shalahuddin
dengan jalan damai dan tidak ada 1 orang pun penduduk sipil yang terbunuh.
Karena begitu banyak kota yang telah
mereka kuasai, termasuk Yerusalem, maka untuk menjaga agar wilayah kekuasaan
itu terus langgeng dibentuklah sistem Kerajaan. Kerajaan itu mereka namakan
Kerajaan Yerusalem, karena pusat pemerintahannya adalah di Yerusalem. Walaupun
kerajaan ini sering pula disebut sebagai Kerajaan Kriten Latin karena bahasa
yang dipakai oleh pasukan salib Eropa itu adalah bahasa latin. Raja Yerusalem
pertama adalah Godfrey, karena ia adalah keturunan langsung Raja besar Eropa
Charlemagne. Charlemagne sendiri bukanlah orang Eropa asli, melainkan keturunan
orang Normandia (bangsa Frank), yaitu bangsa Viking Normandia yang menjelajahi
daratan Eropa kemudian menguasainya dan berbaur bersama penduduk asli hingga
mereka pun menjadi beragama Kristen. Oleh sebab itulah, bangsa Eropa kemudian
dikenal dengan sebutan orang – orang Frank oleh kaum muslimin.
Setelah tahun 1099, kekuasaan Kerajaan
Yerusalem bertambah besar dan kuat, bahkan sampai mendekati Mekkah dan Madinah
ketika Shalahuddin menjadi Sultan Mesir. Sejak tahun 1099 sampai 1128
seakan-akan hampir tidak ada kekuatan Islam yang dapat menahan laju kekuatan
pasukan salib. Barulah muncul pahlawan Islam yang pemberani dan kuat, keturunan
bangsa Seljuk, yaitu Imaduddin Zanki penguasa Mosul di tahun 1128. Selama 19
tahun ia berjihad terus tiada hentinya melawan kekuasaan Kerajaan Yerusalem.
Selama itu pula ia lebih sering tinggal di kemahnya daripada rumahnya di Mosul.
Banyak kota yang merupakan kekuasaan Yerusalem dapat ia kuasai, salah satunya
adalah kota Edessa, ibukota Armenia. Ia wafat di tahun 1147 karena dibunuh oleh
seorang pembunuh bayaran, kemungkinan seorang Syiah sekte Ismailiyah.
Selanjutnya, perjuangan Imaduddin Zanki digantikan oleh
anaknya yang bernama Mahmud Zanki. Ia adalah seorang yang sholeh, alim,
pemberani dan ditakuti oleh musuh-musuhnya, sehingga ia mendapatkan gelar
Nuruddin (Cahaya Agama). Zaman Nuruddin Mahmud Zanki kekuasaanya semakin
membesar, meliputi sebagian wilayah Suriah dan Irak. Ia membangun kesultanannya
sendiri yang berpusat di Damaskus, sehingga ia juga disebut sebagai Sultan
Damaskus. Di zaman kekuasaan Sultan Nuruddin inilah Shalahuddin hidup, bahkan
Shalahuddin menjadi salah satu orang yang dekat kepadanya.
Sumber Tulisan :
Wajah Dunia Islam, Dr Muhammad Sayyid Al Wakil
Sultan Shalahuddin Al Ayyubi Penakluk Jerusalem, Dr Abdullah Nashih Ulwan
Perang Suci, Karen Armstrong
History of The Arabs, Philips K Hitti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar