Selasa, 15 Juli 2014

SULTAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI (Bagian 2)


B. Masa Kecil sampai Dewasa Sultan Shalahuddin
            Siapakah sebenarnya Sultan yang disegani di seluruh dunia karena kebaikan hatinya dan kebijaksanaannya ini?. Nama aslinya adalah Shalahuddin Yusuf bin Ayyub,. Lahir pada tahun 532 H atau 1137 M di benteng Tikrit, yaitu kota kuno yang berada di dekat Baghdad, Irak saat ini. Dia lahir di dalam benteng dikarenakan ayahnya yang bernama Ayyub bin Syadzi adalah seorang komandan di benteng Tikrit tersebut.
            Ketika masih bayi, Shalahuddin beserta keluarganya pindah ke Baalbeek (Baklabak) di daerah Suriah. Masa kecilnya merupakan masa-masa yang paling bahagia dan menyenangkan baginya. Sejak kecil dia telah terbiasa hidup mulia, belajar dari ulama-ulama terbaik ketika itu, mulai dari ilmu bahasa arab, Al Qur’an dan Hadist Nabi sampai fikih semua dipelajarinya. Dia juga belajar menunggang kuda, berlatih berpedang, memanah, strategi perang, politik dan mengelola berbagai urusan dari guru-guru terbaik. Akhirnya, beliau tumbuh menjadi seorang yang terpelajar dan tangkas dalam semua bidang.
            Ketika telah lengkap ilmunya, dia dipercaya oleh Sultan Nuruddin Mahmud Zanki sebagai kepala keamanan di seluruh Suriah. Ketika dia menjabat kepala keamanan, maka amanlah seluruh wilayah Suriah ketika itu, bahkan para pencuri dan penyamun pun takut ketika mendengar namanya.
            Peperangan pertama yang dia ikuti adalah ketika ia diperintahkan oleh Sultan Nuruddin bersama-sama pamannya yang bernama Asaduddin Syirkuh untuk membebaskan Mesir dari tangan pemberontak yang bergabung dengan pasukan Raja Yerusalem, Almaric. Sebenarnya Mesir bukanlah bagian dari kekuasan Sultan Nuruddin, tetapi Sultan Al Adhid, penguasa Mesir dari dinasti Fathimiyah yang beraliran Syiah meminta pertolongan kepadanya. Bagi Sultan Nuruddin, ini adalah kesempatan yang baik untuk dapat mengambil alih kekuasaan Syiah atas Mesir dan menggantikannya dengan ajaran sunnah Rasulullah SAW yang benar.
Peperangan ini berlangsung cukup lama, tetapi diakhiri dengan kemenangan pasukan Suriah atas pasukan salib dan para pemberontak. Dengan kemenangan ini, Asaduddin Syirkuh diangkat menjadi perdana menteri Mesir oleh Sultan Al Adhid.
Shalahuddin telah menujukkan kehebatan dan ketangkasannya dalam peperangan ini. Dia pun juga banyak belajar dari pamannya tentang strategi perang. Ilmu berperang ini suatu saat nanti akan sangat berpengaruh pada kemampuannya untuk bisa mengalahkan pasukan salib di medan perang berikutnya.   

C. Shalahuddin menyatukan kaum muslimin dari Mesir, Irak sampai ke Suriah
a. Menguasai Mesir dan Mengembalikannya ke Ajaran Islam yang Benar  
            Hanya 2 bulan menjabat sebagai perdana menteri Mesir, Asaduddin Syirkuh wafat, maka Shalahuddin menggantikan posisi pamannya sebagai perdana menteri di Mesir. Sebagai perdana menteri, dia banyak melakukan perubahan di negeri itu, contohnya adalah menggantikan ajaran-ajaran yang sesat dengan ajaran sunnah Nabi yang benar, mendatangkan para ulama ahlu sunnah untuk mengajarkan dan mendakwahkan Islam dengan benar, membangun madrasah Islamiyah yang sangat banyak dan mendirikan berbagai gedung sekolah dan membangun jalan-jalan umum.
            Rakyat Mesir sangat senang dengan kepemimpinan Shalahuddin, karena beliau juga memiliki hati yang lembut, penyayang sesama muslim dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Dengan kepemimpinannya inilah akhirnya Mesir dapat diterangi dengan cahaya sunnah Nabi yang benar setelah selama beberapa ratus tahun gelap oleh ajaran kesesatan karena dikuasai oleh dinasti syiah Fatimiyah. Semoga Allah SWT membalas Shalahuddin dengan kebaikan yang banyak dan menerangi kuburnya dengan cahaya.
Setelah Sultan Al Adhid, penguasa Mesir dari dinasti Fathimiyah yang terakhir wafat, maka Shalahuddin meneruskan kepemimpinannya di Mesir. Bukan maksud Shalahuddin merebut kekuasaan dari generasi penerus Sultan Al Adhid, hanya saja tuntutan agama ini membuatnya harus melakukan hal tersebut. Sudah kami jelaskan di atas bahwa dinasti Fathimiyah adalah beraliran syiah, sedangkan agama syiah adalah sesat dan harus digantikan dengan ajaran sunnah Rasulullah SAW yang benar. Sebenarnya, jika Shalahuddin mau mengkudeta Sultan Al Adhid ketika ia masih hidup pun dapat ia lakukan, karena militer berada di bawah kekuasaannya. Namun, ia tidak melakukannya, karena ia ingin pergantian kekuasaan ini berjalan dengan damai dan tanpa pertumpahan darah. Akhirnya, momen yang tepat tentunya adalah ketika wafatnya Sultan Al Adhid tersebut. Agar pergantian kekuasaan ini berjalan tanpa hambatan yang berarti, maka Shalahuddin memindahkan para keluarga besar dinasti Fathimiyah dari pusat kerajaannya ke suatu daerah yang telah ia persiapkan sebelumnya. Tentu saja keluarga kerajaan ini tetap mendapatkan keistimewaanya dan kemuliaannya dengan diberikan fasilitas yang pantas dari Negara. Rakyat Mesir pun menerima pergantian kekuasaan ini dengan aman dan tanpa gejolak apapun. Salah satu sebabnya adalah rakyat Mesir telah merasa nyaman dengan kepemimpinan Shalahuddin sebelumnya, negeri mereka aman dari gangguan baik eksternal maupun internal.
Akhirnya, Sultan Shalahuddin diangkat menjadi Sultan yang menguasai Mesir atas ijin Sultan Nuruddin di Suriah. Sehingga Mesir secara langsung menjadi bagian dari daulah Islamiyah yang benar di bawah Khalifah Abbasiyah dan tidak pernah lagi jatuh di bawah pimpinan dinasti Fathimiyah yang sesat. 
Selama Shalahuddin menjabat sebagai penguasa di Mesir, pasukan salib 2 kali mengadakan penyerangan terhadap kota-kota di Mesir, tetapi semua berhasil ditumpas oleh pahlawan kita ini. Marilah kita simak peperangannya berikut ini.
Pada tahun 564 H atau 1168, orang-orang Frank salib dari Yerusalem dan Sisilia menyerang kota Damieta dengan kekuatan yang sangat besar dan perlengkapan perang yang sangat lengkap. Pasukan Shalahuddin yang bergabung bersama pasukan Suriah pimpinan Sultan Nuruddin datang hendak menghadapi pasukan salib menuju ke Damieta. Begitu pasukan salib melihat pasukan muslim yang datang dalam jumlah besar, akhirnya mereka lari tunggang langgang ketakutan tanpa terjadi peperangan yang berarti. Pasukan salib pulang ke negerinya dengan membawa kehinaan di wajahnya karena lari dari peperangan.
Pada tahun 569 H atau 1173, yaitu 5 tahun setelah penyerangan pasukan salib atas kota Damietta, mereka menyerang lagi ke pusat negeri Mesir yaitu kota Iskandariyah. Pasukan salib berdatangan dari arah laut membawa kapal yang berisi 1500 ekor kuda, 30 ribu prajurit, pelontar batu (manjanik), alat blockade dan alat-alat perang lainnya. Saat itu Sultan Shalahuddin sedang berada di kota lain, sehingga dia baru mengetahui kabar penyerangan tersebut setelah 3 hari penyerangan mereka. Begitu mendengar berita itu, tanpa membuang waktu lagi, pahlawan islam kita ini langsung mempersiapkan pasukannya dan menuju ke Iskandariyah. Perang meletus sangat hebatnya, tetapi hanya berlangsung sangat singkat. Di waktu ashar, pasukan Sultan Shalahuddin berhasil membuat kocar-kacir pasukan salib, menghancurkan kapal-kapal mereka dan membunuh sebagian besar pasukan tersebut. Pasukan salib yang tersisa melarikan diri tanpa menoleh lagi. Akhirnya pasukan Sultan berhasil mendapatkan harta rampasan perang yang sangat banyak dan kemenangan yang gemilang.
Selain pertempuran itu, Sultan Shalahuddin bersama pasukannya juga berhasil menguasai Aqobah, yaitu daerah yang menjadi jalur perjalanan haji kaum muslimin dari Mesir menuju Mekkah. Selama kepemimpinan Shalahuddin, Mesir dalam kondisi aman dan terkendali. Semua hal inilah yang juga semakin membuat rakyat Mesir semakin percaya dan mencintai Sultan Shalahuddin. Akhirnya banyak rakyat Mesir yang juga ikut andil dalam menyokong jihad yang dia lakukan baik secara materi maupun ikut langsung terjun dalam pertempuran.

b. Sultan Shalahuddin Menyelamatkan Suriah dari Kehancuran
  Pada tahun 569 H atau 1173, atasan Shalahuddin, yaitu Sultan Nuruddin, penguasa Suriah meninggal dunia. Ia kemudian digantikan oleh putranya, Ismail yang saat itu baru berumur 11 tahun. Karena masih sangat muda dan belum berpengalaman memegang pemerintahan, maka di masa Ismail negeri Suriah dalam kondisi yang kacau balau. Para amir yang menguasai kota-kota di Suriah saling memperebutkan posisi sebagai penguasa tertinggi di wilayah itu. Keadaan ini sangat memprihatinkan, sehingga rakyat Suriah mengirimkan surat kepada Sultan Shalahuddin agar datang ke Suriah untuk memperbaiki keadaanya.
Akhirnya Sultan Shalahuddin berangkat ke Damaskus dan memperbaiki keadaan di ibukota Suriah ini, sehingga keadaan menjadi aman dan terkendali. Tetapi, Shalahuddin juga harus menghadapi beberapa amir (pemimpin kota) yang masih belum mau bersatu dalam kesatuan Islam dan bahkan ada yang bersekutu dengan pasukan salib Yerusalem untuk mengalahkan dan mengusir Shalahuddin dari Suriah. Keadaan ini memaksa Sultan untuk memerangi para amir yang haus kekuasaan itu agar tetap berada dalam kesatuan Islam.
Amir – amir yang tidak mau bersatu dalam kesatuan Islam ini adalah amir di kota Homs, Hammah, Mosul dan Aleppo. Shalahuddin mula-mula menuju ke Homs dan berhasil menaklukkan amir kota ini, kemudian menggantikan posisinya dengan orang kepercayaannya untuk mengurus segala hal di kota itu. Selanjutnya, dia menuju ke Hammah, ternyata penguasa kota ini bersedia berdamai dengannya dan kembali kepada kesatuan Islam. Lalu dia menuju ke Mosul, ternyata amir kota ini tidak mau berdamai dengannya, akhirnya terpaksa Shalahuddin memeranginya sampai amir kota ini kalah dalam peperangan dan akhirnya tunduk pada kesatuan Islam. Aleppo adalah kota di Suriah yang paling akhir ditundukkan oleh Shalahuddin, yang pada akhirnya pun amir Aleppo menyerahkan kota tersebut untuk tetap bersatu dalam kesatuan Islam di bawah pimpinan Sultan Shalahuddin.

 
Peta kekuasaan Shalahuddin meliputi Mesir, Hijaz, Irak dan Suriah


Perlu diketahui bahwa, Sultan Shalahuddin melakukan semua peperangan untuk menyatukan Suriah bukanlah karena dia haus pada kekuasaan, tetapi dia melakukan pandangan yang jauh ke depan. Dalam pandangannya, jika ummat Islam ini terpecah belah menjadi daerah yang kecil-kecil, maka musuh mereka bersama, yaitu pasukan salib Yerusalem akan mudah menghancurkan Islam. Sehingga dia berusaha sekuat tenaga agar kesatuan Islam di Suriah tetap terjaga walaupun sepeninggal Sultan Nuruddin Zanki. Akhirnya, seluruh Mesir, Hijaz (semenanjung Arab), Irak sampai Suriah bersatu dalam kesatuan Islam di bawah kekuasaan Sultan Shalahuddin Al Ayubi. Dari kesatuan Islam inilah yang menjadi penyebab kemenangan kaum muslimin atas pasukan salib Yerusalem nantinya. 

Sumber Tulisan :
Wajah Dunia Islam, Dr Muhammad Sayyid Al Wakil
Sultan Shalahuddin Al Ayyubi Penakluk Jerusalem, Dr Abdullah Nashih Ulwan
Perang Suci, Karen Armstrong
History of The Arabs, Philips K Hitti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar