B.
Masa Kecil sampai Dewasa Sultan Shalahuddin
Siapakah
sebenarnya Sultan yang disegani di seluruh dunia karena kebaikan hatinya dan
kebijaksanaannya ini?. Nama aslinya adalah Shalahuddin Yusuf bin Ayyub,. Lahir
pada tahun 532 H atau 1137 M di benteng Tikrit, yaitu kota kuno yang berada di
dekat Baghdad, Irak saat ini. Dia lahir di dalam benteng dikarenakan ayahnya
yang bernama Ayyub bin Syadzi adalah seorang komandan di benteng Tikrit
tersebut.
Ketika
masih bayi, Shalahuddin beserta keluarganya pindah ke Baalbeek (Baklabak) di
daerah Suriah. Masa kecilnya merupakan masa-masa yang paling bahagia dan menyenangkan
baginya. Sejak kecil dia telah terbiasa hidup mulia, belajar dari ulama-ulama
terbaik ketika itu, mulai dari ilmu bahasa arab, Al Qur’an dan Hadist Nabi
sampai fikih semua dipelajarinya. Dia juga belajar menunggang kuda, berlatih
berpedang, memanah, strategi perang, politik dan mengelola berbagai urusan dari
guru-guru terbaik. Akhirnya, beliau tumbuh menjadi seorang yang terpelajar dan
tangkas dalam semua bidang.
Ketika
telah lengkap ilmunya, dia dipercaya oleh Sultan Nuruddin Mahmud Zanki sebagai
kepala keamanan di seluruh Suriah. Ketika dia menjabat kepala keamanan, maka
amanlah seluruh wilayah Suriah ketika itu, bahkan para pencuri dan penyamun pun
takut ketika mendengar namanya.
Peperangan
pertama yang dia ikuti adalah ketika ia diperintahkan oleh Sultan Nuruddin
bersama-sama pamannya yang bernama Asaduddin Syirkuh untuk membebaskan Mesir
dari tangan pemberontak yang bergabung dengan pasukan Raja Yerusalem, Almaric.
Sebenarnya Mesir bukanlah bagian dari kekuasan Sultan Nuruddin, tetapi Sultan Al
Adhid, penguasa Mesir dari dinasti Fathimiyah yang beraliran Syiah meminta
pertolongan kepadanya. Bagi Sultan Nuruddin, ini adalah kesempatan yang baik
untuk dapat mengambil alih kekuasaan Syiah atas Mesir dan menggantikannya
dengan ajaran sunnah Rasulullah SAW yang benar.
Peperangan ini
berlangsung cukup lama, tetapi diakhiri dengan kemenangan pasukan Suriah atas
pasukan salib dan para pemberontak. Dengan kemenangan ini, Asaduddin Syirkuh
diangkat menjadi perdana menteri Mesir oleh Sultan Al Adhid.
Shalahuddin
telah menujukkan kehebatan dan ketangkasannya dalam peperangan ini. Dia pun
juga banyak belajar dari pamannya tentang strategi perang. Ilmu berperang ini
suatu saat nanti akan sangat berpengaruh pada kemampuannya untuk bisa
mengalahkan pasukan salib di medan perang berikutnya.
C.
Shalahuddin menyatukan kaum muslimin dari Mesir, Irak sampai ke Suriah
a. Menguasai Mesir dan
Mengembalikannya ke Ajaran Islam yang Benar
Hanya
2 bulan menjabat sebagai perdana menteri Mesir, Asaduddin Syirkuh wafat, maka
Shalahuddin menggantikan posisi pamannya sebagai perdana menteri di Mesir.
Sebagai perdana menteri, dia banyak melakukan perubahan di negeri itu,
contohnya adalah menggantikan ajaran-ajaran yang sesat dengan ajaran sunnah
Nabi yang benar, mendatangkan para ulama ahlu sunnah untuk mengajarkan dan
mendakwahkan Islam dengan benar, membangun madrasah Islamiyah yang sangat
banyak dan mendirikan berbagai gedung sekolah dan membangun jalan-jalan umum.
Rakyat
Mesir sangat senang dengan kepemimpinan Shalahuddin, karena beliau juga
memiliki hati yang lembut, penyayang sesama muslim dan bijaksana dalam
mengambil keputusan. Dengan kepemimpinannya inilah akhirnya Mesir dapat
diterangi dengan cahaya sunnah Nabi yang benar setelah selama beberapa ratus
tahun gelap oleh ajaran kesesatan karena dikuasai oleh dinasti syiah Fatimiyah.
Semoga Allah SWT membalas Shalahuddin dengan kebaikan yang banyak dan menerangi
kuburnya dengan cahaya.
Setelah Sultan
Al Adhid, penguasa Mesir dari dinasti Fathimiyah yang terakhir wafat, maka
Shalahuddin meneruskan kepemimpinannya di Mesir. Bukan maksud Shalahuddin
merebut kekuasaan dari generasi penerus Sultan Al Adhid, hanya saja tuntutan
agama ini membuatnya harus melakukan hal tersebut. Sudah kami jelaskan di atas
bahwa dinasti Fathimiyah adalah beraliran syiah, sedangkan agama syiah adalah
sesat dan harus digantikan dengan ajaran sunnah Rasulullah SAW yang benar.
Sebenarnya, jika Shalahuddin mau mengkudeta Sultan Al Adhid ketika ia masih
hidup pun dapat ia lakukan, karena militer berada di bawah kekuasaannya. Namun,
ia tidak melakukannya, karena ia ingin pergantian kekuasaan ini berjalan dengan
damai dan tanpa pertumpahan darah. Akhirnya, momen yang tepat tentunya adalah
ketika wafatnya Sultan Al Adhid tersebut. Agar pergantian kekuasaan ini
berjalan tanpa hambatan yang berarti, maka Shalahuddin memindahkan para
keluarga besar dinasti Fathimiyah dari pusat kerajaannya ke suatu daerah yang
telah ia persiapkan sebelumnya. Tentu saja keluarga kerajaan ini tetap
mendapatkan keistimewaanya dan kemuliaannya dengan diberikan fasilitas yang
pantas dari Negara. Rakyat Mesir pun menerima pergantian kekuasaan ini dengan
aman dan tanpa gejolak apapun. Salah satu sebabnya adalah rakyat Mesir telah
merasa nyaman dengan kepemimpinan Shalahuddin sebelumnya, negeri mereka aman
dari gangguan baik eksternal maupun internal.
Akhirnya,
Sultan Shalahuddin diangkat menjadi Sultan yang menguasai Mesir atas ijin
Sultan Nuruddin di Suriah. Sehingga Mesir secara langsung menjadi bagian dari
daulah Islamiyah yang benar di bawah Khalifah Abbasiyah dan tidak pernah lagi
jatuh di bawah pimpinan dinasti Fathimiyah yang sesat.
Selama
Shalahuddin menjabat sebagai penguasa di Mesir, pasukan salib 2 kali mengadakan
penyerangan terhadap kota-kota di Mesir, tetapi semua berhasil ditumpas oleh
pahlawan kita ini. Marilah kita simak peperangannya berikut ini.
Pada tahun 564
H atau 1168, orang-orang Frank salib dari Yerusalem dan Sisilia menyerang kota
Damieta dengan kekuatan yang sangat besar dan perlengkapan perang yang sangat
lengkap. Pasukan Shalahuddin yang bergabung bersama pasukan Suriah pimpinan
Sultan Nuruddin datang hendak menghadapi pasukan salib menuju ke Damieta.
Begitu pasukan salib melihat pasukan muslim yang datang dalam jumlah besar,
akhirnya mereka lari tunggang langgang ketakutan tanpa terjadi peperangan yang
berarti. Pasukan salib pulang ke negerinya dengan membawa kehinaan di wajahnya
karena lari dari peperangan.
Pada tahun 569
H atau 1173, yaitu 5 tahun setelah penyerangan pasukan salib atas kota
Damietta, mereka menyerang lagi ke pusat negeri Mesir yaitu kota Iskandariyah.
Pasukan salib berdatangan dari arah laut membawa kapal yang berisi 1500 ekor
kuda, 30 ribu prajurit, pelontar batu (manjanik), alat blockade dan alat-alat
perang lainnya. Saat itu Sultan Shalahuddin sedang berada di kota lain,
sehingga dia baru mengetahui kabar penyerangan tersebut setelah 3 hari
penyerangan mereka. Begitu mendengar berita itu, tanpa membuang waktu lagi,
pahlawan islam kita ini langsung mempersiapkan pasukannya dan menuju ke
Iskandariyah. Perang meletus sangat hebatnya, tetapi hanya berlangsung sangat
singkat. Di waktu ashar, pasukan Sultan Shalahuddin berhasil membuat
kocar-kacir pasukan salib, menghancurkan kapal-kapal mereka dan membunuh
sebagian besar pasukan tersebut. Pasukan salib yang tersisa melarikan diri
tanpa menoleh lagi. Akhirnya pasukan Sultan berhasil mendapatkan harta rampasan
perang yang sangat banyak dan kemenangan yang gemilang.
Selain
pertempuran itu, Sultan Shalahuddin bersama pasukannya juga berhasil menguasai
Aqobah, yaitu daerah yang menjadi jalur perjalanan haji kaum muslimin dari
Mesir menuju Mekkah. Selama kepemimpinan Shalahuddin, Mesir dalam kondisi aman
dan terkendali. Semua hal inilah yang juga semakin membuat rakyat Mesir semakin
percaya dan mencintai Sultan Shalahuddin. Akhirnya banyak rakyat Mesir yang
juga ikut andil dalam menyokong jihad yang dia lakukan baik secara materi
maupun ikut langsung terjun dalam pertempuran.
b.
Sultan Shalahuddin Menyelamatkan Suriah dari Kehancuran
Pada tahun 569 H atau 1173, atasan
Shalahuddin, yaitu Sultan Nuruddin, penguasa Suriah meninggal dunia. Ia
kemudian digantikan oleh putranya, Ismail yang saat itu baru berumur 11 tahun.
Karena masih sangat muda dan belum berpengalaman memegang pemerintahan, maka di
masa Ismail negeri Suriah dalam kondisi yang kacau balau. Para amir yang
menguasai kota-kota di Suriah saling memperebutkan posisi sebagai penguasa
tertinggi di wilayah itu. Keadaan ini sangat memprihatinkan, sehingga rakyat
Suriah mengirimkan surat kepada Sultan Shalahuddin agar datang ke Suriah untuk
memperbaiki keadaanya.
Akhirnya
Sultan Shalahuddin berangkat ke Damaskus dan memperbaiki keadaan di ibukota
Suriah ini, sehingga keadaan menjadi aman dan terkendali. Tetapi, Shalahuddin
juga harus menghadapi beberapa amir (pemimpin kota) yang masih belum mau
bersatu dalam kesatuan Islam dan bahkan ada yang bersekutu dengan pasukan salib
Yerusalem untuk mengalahkan dan mengusir Shalahuddin dari Suriah. Keadaan ini
memaksa Sultan untuk memerangi para amir yang haus kekuasaan itu agar tetap
berada dalam kesatuan Islam.
Amir – amir
yang tidak mau bersatu dalam kesatuan Islam ini adalah amir di kota Homs,
Hammah, Mosul dan Aleppo. Shalahuddin mula-mula menuju ke Homs dan berhasil
menaklukkan amir kota ini, kemudian menggantikan posisinya dengan orang
kepercayaannya untuk mengurus segala hal di kota itu. Selanjutnya, dia menuju
ke Hammah, ternyata penguasa kota ini bersedia berdamai dengannya dan kembali
kepada kesatuan Islam. Lalu dia menuju ke Mosul, ternyata amir kota ini tidak
mau berdamai dengannya, akhirnya terpaksa Shalahuddin memeranginya sampai amir
kota ini kalah dalam peperangan dan akhirnya tunduk pada kesatuan Islam. Aleppo
adalah kota di Suriah yang paling akhir ditundukkan oleh Shalahuddin, yang pada
akhirnya pun amir Aleppo menyerahkan kota tersebut untuk tetap bersatu dalam
kesatuan Islam di bawah pimpinan Sultan Shalahuddin.
Peta kekuasaan Shalahuddin meliputi
Mesir, Hijaz, Irak dan Suriah
Perlu
diketahui bahwa, Sultan Shalahuddin melakukan semua peperangan untuk menyatukan
Suriah bukanlah karena dia haus pada kekuasaan, tetapi dia melakukan pandangan
yang jauh ke depan. Dalam pandangannya, jika ummat Islam ini terpecah belah
menjadi daerah yang kecil-kecil, maka musuh mereka bersama, yaitu pasukan salib
Yerusalem akan mudah menghancurkan Islam. Sehingga dia berusaha sekuat tenaga
agar kesatuan Islam di Suriah tetap terjaga walaupun sepeninggal Sultan
Nuruddin Zanki. Akhirnya, seluruh Mesir, Hijaz (semenanjung Arab), Irak sampai
Suriah bersatu dalam kesatuan Islam di bawah kekuasaan Sultan Shalahuddin Al
Ayubi. Dari kesatuan Islam inilah yang menjadi penyebab kemenangan kaum
muslimin atas pasukan salib Yerusalem nantinya.
Sumber Tulisan :
Wajah Dunia Islam, Dr Muhammad Sayyid Al Wakil
Sultan Shalahuddin Al Ayyubi Penakluk Jerusalem,
Dr Abdullah Nashih Ulwan
Perang Suci, Karen Armstrong
History of The Arabs, Philips K Hitti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar