E.
Sultan Shalahuddin Mengembalikan Yerusalem ke Pangkuan Ummat Islam
a.
Sultan Shalahuddin menguasai sebagian besar wilayah Kerajaan Latin
Peta
kekuasaan Kerajaan Latin sebelum kekalahan di Hittin (1099 M – 1187 M )
Pada awal Jumadil Ula 583 H atau masih di
bulan Juli 1187 Setelah kemenangan besar Sultan Shalahuddin di Hittin, dia
bergerak bersama pasukannya ke Acre, karena daerah ini paling dekat dengan
markas pasukannya di Hittin. Penduduk Acre menyerah dan pasukan Islam berhasil
memasukinya dalam kondisi aman. Selanjutnya, pasukan Shalahuddin berhasil
menguasai benteng-benteng yang ada di sekitar Acre, seperti Tabnain, Sidon,
Jubail dan Beirut.
Perjalanan
selanjutnya, pasukan ini bergerak menyusuri pantai dan mengepung Benteng
Ascalon. Setelah 14 hari terkepung, penguasa kota ini menyerah dan menyerahkan
kunci kota dalam kondisi damai. Penguasaan atas Ascalon ini semakin mempermudah
Shalahuddin menguasai Yerusalem, karena dengan menguasainya akan menghalangi
kota Yerusalem dari bantuan pasukan salib yang berasal dari arah pantai.
Selanjutnya, dia berhasil menguasai juga daerah sekitar Yerusalem, yaitu
Ramlah, Ad Darum, Gaza, Bethlehem dan An Natrun.
c.
Pengepungan Yerusalem
Setelah
semua kota-kota penopang Yerusalem dikuasai oleh pasukan Islam, Shalahuddin
melanjutkan perjalanan utamanya yaitu menguasai kembali kota suci Yerusalem,
ibukota Kerajaan Latin. Sebenarnya, benteng Yerusalem telah kehilangan banyak
prajuritnya di Hittin ketika itu, sehingga penjaga benteng Yerusalem pun hanya
tinggal sedikit. Ternyata, ada sesuatu di luar dugaan yang tidak diprediksi
sebelumnya, yaitu datangnya Balian of Ibelin dari Tyre bersama beberapa ksatria
berkudanya ke Yerusalem. Sebenarnya, Balian pun datang ke sana bukan berarti ingin
menyelamatkan kota ini, tetapi hanya ingin mengambil anak dan istrinya di sana
dan membawanya ke Tripoli.
Sebelum datang ke
Yerusalem, Balian telah meminta izin kepada Sultan Shalahuddin untuk mengambil
istri dan anaknya di Yerusalem. Sultan mengizinkannya, tetapi dengan syarat ia
hanya 1 hari saja di kota itu dan tidak boleh sama sekali mengangkat senjata
untuk melawannya lagi. Begitu ia sampai di kota Yerusalem, sebenarnya ia telah
bertekad kuat untuk tetap memegang perjanjiannya dengan Sultan, tetapi dengan
bujukan dari uskup agung Yerusalem, yaitu Patriak Eraclius dan juga Ratu Sybila
untuk mempertahankan kota, akhirnya ia melanggar sumpahnya dengan Sultan.
Dengan dibantu beberapa ksatria yang dibawanya dari Tyre, Balian melatih 60
orang ksatria baru untuk mempertahankan benteng Yerusalem.
Pada tanggal 20
September 1187 atau 15 Rajab 583 H, pasukan Shalahuddin telah sampai di kota
Yerusalem dan mulai mengepung bentengnya. Sultan sengaja hanya mengerahkan
sedikit saja dari pasukannya untuk mengepung kota ini, karena ia tahu bahwa
pasukan penjaga benteng hanya sedikit, selain itu ia tidak ingin menghancurkan
bangunan-bangunan di kota suci ini bahkan ingin menguasainya dengan jalan damai
saja. Kemudian ia menulis surat kepada Balian dan penduduk kota itu agar mau
melepaskan kota dengan jalan damai, tetapi ternyata mereka tetap pada
pendiriannya, yaitu mempertahankan kota. Akhirnya Shalahuddin memerintahkan
prajuritnya untuk angkat senjata merobohkan pintu benteng kota tersebut.
Serangan
pasukan Shalahuddin awalnya difokuskan pada Tower of David dan Gerbang
Damaskus. Mereka menyerang tembok
benteng selama beberapa hari dengan berbagai mesin pengepungan, pasukan
Shalahuddin berulang kali dipukul mundur oleh pasukan Balian itu. Setelah enam hari serangan mereka gagal, Shalahuddin menggeser
fokus serangannya ke hamparan tembok kota dekat Bukit Zaitun, yaitu arah Syam.
Daerah ini tidak memiliki pintu gerbang sehingga dapat mencegah
pasukan Balian menyerang pasukannya. Selama tiga hari tembok benteng itu ditembak oleh
mangonel dan ketapel tanpa henti. Pada tanggal 29 September 1187 atau 24 Rajab 583H,
akhirnya sebagian tembok itu runtuh, sehingga tinggal selangkah
lagi pasukan Islam akan dapat masuk ke dalam kota dengan jalan paksa. Pasukan
Balian masih tetap gigih mempertahankan benteng tersebut, dan dapat mencegah
pasukan Shalahuddin memasuki kota, tetapi pasukannya telah kelelahan untuk
mengusir pasukan Islam dari Yerusalem.
Ilustrasi tentang
pengepungan kota Yerusalem oleh pasukan Islam
Akhirnya, Balian datang
menemui Sultan dan mengajaknya berunding. Balian mengajukan perdamaian kepada
Sultan, tetapi Sultan menolaknya. Pertimbangan Sultan adalah jika kota itu
dapat ia kalahkan dalam peperangan, maka semua yang ada di kota akan menjadi hak
kaum muslimin, harta mereka menjadi ghanimah, bangunan, rumah dan tanah mereka
milik kaum muslimin, berikut penduduknya menjadi budak kaum muslimin karena
kalah perang. Balian mengetahui hal itu, maka cepat-cepat ia mengajukan
perdamaian dan jaminan keamaan penduduk Yerusalem.
Karena Sultan
menolaknya, maka Balian mengancam dengan mengatakan “Kalau Anda tidak mau
memberi jaminan keamanan kepada kami, maka kami akan pulang kemudian membunuh
seluruh tawanan perang kaum muslimin yang jatuh ke tangan kami. Perlu Anda
ketahui bahwa jumlah pasukan Anda yang tertawan oleh pasukan kami kurang lebih
empat ribu personel. Selain itu, kami akan bunuh budak-budak kami, anak-anak
kami dan istri-istri kami. Rumah-rumah dan tempat-tempat indah akan kami
bumiratakan dengan tanah. Semua perabotan yang ada di tangan kami akan kami
bakar. Harta kekayaan kami akan kami rusak. Kubah Sakrah akan kami hancurkan
dan apa saja yang bisa kami bakar, akan kami bakar. Selanjutnya kami baru
keluar dan melanjutkan pertempuran dengan mati-matian. Bukan hal yang mustahil
kalau kami menghancurkan apa saja. Tidak ada lagi artinya kehidupan bagi kami
setelah itu. Setiap orang dari kami tidak akan mati sebelum berhasil membunuh
jumlah yang banyak dari kalian dan setelah itu tidak ada lagi kebaikan yang
bisa diharapkan!”. (Kutipan dialog di
atas diambil oleh Dr M Sayyid Al Wakil di bukunya “Wajah Dunia Islam” dari Al
Bidayah Wan Nihayah jilid XII hal 323 tulisan Ibnu Katsir)
Sultan terhenyak dengan
perkataan Balian, kemudian ia mempertimbangkan kembali usulan perdamaian
darinya. Akhirnya mereka sepakat perdamaian dengan beberapa klausul berikut :
1. Penduduk Yerusalem dipersilakan
meninggalkan kota tersebut dalam waktu 50 hari
2. Laki-laki mereka harus menebus dirinya
sebesar 10 dinar, perempuan 5 dinar dan anak-anak 2 dinar
3. Barangsiapa yang tidak mampu menebus
dirinya, maka ia menjadi tawanan.
4. Semua hasil bumi, senjata dan rumah
menjadi milik kaum muslimin dan orang-orang Kristen pindah ke tempat yang aman
bagi mereka.
Balian menyerahkan kunci kota tersebut
pada pada hari Jumat tanggal 3 Oktober 1187 atau 27 Rajab 583 H. Para penduduk
Yerusalem beserta pasukan salib yang tersisa berkemas untuk meninggalkan kota
Yerusalem menuju ke tanah Kristen lainnya, diantaranya adalah Tyre dan Tripoli.
Sultan memperkerjakan beberapa orang untuk memungut tebusan orang-orang ketika
mereka hendak keluar dari gerbang Yerusalem.
Sultan memperlakukan para penduduk dan
pasukan salib sangat baik sekali. Bahkan ketika ia melihat banyak sekali oang
Frank yang menggendong kedua orang tuanya yang lemah di atas punggungnya atau
kerabatnya yang sakit, ia lalu memerintahkan prajuritnya untuk mengeluarkan
hartanya agar dibagikan kepada mereka yang lemah itu. Dia juga membagi -
bagikan binatang tunggangan secara gratis kepada penduduk pengungsi itu untuk
memikul beban-beban mereka. Saudara Sultan, Al Malik Al Adil meminta ijin
kepada beliau untuk membebaskan pembayaran tebusan kepada 7000 orang fakir dan
miskin, sedangkan ia sendiri membebaskan kurang lebih 10.000 orang dari membayar
tebusan. Pasukan salib sama sekali tidak disiksa atau dihinakan, setelah mereka
semua membayar tebusan dan berjanji untuk tidak memeranginya lagi serta terus
membayar jizyah, ia memerintahkan prajuritnya untuk mengawal mereka semua
menuju ke Tyre. Sultan juga membebaskan Raja Guy of Lusignan dari penjara di
Nablus dan membebaskan banyak pasukan salib yang tertawan di penjara – penjara
muslim atas permintaan Ratu Sybilla, istri Raja Guy.
Sekarang,
coba kita bandingkan keadaan ini dengan keadaan di tahun 1099 M atau 492 H
ketika pertama kali pasukan salib dari orang-orang Frank itu mengambil
Yerusalem dari tangan kaum muslimin. Berikut ini adalah pemaparan Amir Ali yang
dinukil dari Mill, seorang sejarawan Inggris, “Kaum muslimin dibantai di
jalan-jalan dan rumah-rumah. Di Yerusalem tidak ada tempat untuk berlindung
dari efek kemenangan pasukan salib. Sebagian orang melarikan diri dari
pembantaian. Mereka menjatuhkan diri dari atas tembok yang tinggi. Sebagian
lainnya bersembunyi di benteng-benteng dan menara-menara, bahkan di
masjid-masjid. Akan tetapi, semua ini tidak dapat menyembunyikan mereka dari
mata orang-orang Kristen yang selalu mengikuti mereka ke mana pun mereka
pergi.”
Kemudian Mill melanjutkan, “Pasukan
infantri dan kavaleri mengejar orang-orang yang melarikan diri. Tiada terdengar
di tengah kumpulan manusia yang penuh sesak ini kecuali teriakan kematian dan
sekarat. Pasukan salib yang menang itu berjalan di atas sekian banyak tubuh
manusia yang telah mati di belakang orang – orang yang mencari tempat
berlindung”. Sekitar 80.000 ribu jiwa mati menjadi korban tanpa dosa.
Philip K Hitti dalam History of Arab
mengatakan “Ada perbedaan sangat nyata antara perlakuan Shalahuddin terhadap
penduduk sipil Frank dan perlakuan orang-orang Frank terhadap kaum muslimin 88
tahun sebelum itu.”
Apapun itu yang telah terjadi, Allah SWT
Maha Mengetahui dan Dia telah menentukan takdir yang dulu, sekarang maupun yang
akan datang. Para penduduk Yerusalem meninggalkan kota itu pertama kali pada
hari jumat tanggal 27 Rajab 583 Hijriyah atau bertepatan dengan hari isra’
mikraj Rasulullah SAW. Khatib pertama di Masjid Al Aqsa adalah Al Qadhi
Muhyiddin bin Zakiyuddin, yaitu ulama penasehat sekaligus sahabat dekat Sultan
Shalahuddin. Masjid penuh sesak dengan jamaah kaum muslimin dan mereka sangat
bersyukuri atas nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin saat itu, bahkan
banyak diantara jamaah yang menangis ketika mendengar khutbah dari Syeikh Al
Qadhi Muhyiddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar