Kamis, 17 Juli 2014

SULTAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI (Bagian 4)


E. Sultan Shalahuddin Mengembalikan Yerusalem ke Pangkuan Ummat Islam

a. Sultan Shalahuddin menguasai sebagian besar wilayah Kerajaan Latin

Peta kekuasaan Kerajaan Latin sebelum kekalahan di Hittin (1099 M – 1187 M )
 Pada awal Jumadil Ula 583 H atau masih di bulan Juli 1187 Setelah kemenangan besar Sultan Shalahuddin di Hittin, dia bergerak bersama pasukannya ke Acre, karena daerah ini paling dekat dengan markas pasukannya di Hittin. Penduduk Acre menyerah dan pasukan Islam berhasil memasukinya dalam kondisi aman. Selanjutnya, pasukan Shalahuddin berhasil menguasai benteng-benteng yang ada di sekitar Acre, seperti Tabnain, Sidon, Jubail dan Beirut.
Perjalanan selanjutnya, pasukan ini bergerak menyusuri pantai dan mengepung Benteng Ascalon. Setelah 14 hari terkepung, penguasa kota ini menyerah dan menyerahkan kunci kota dalam kondisi damai. Penguasaan atas Ascalon ini semakin mempermudah Shalahuddin menguasai Yerusalem, karena dengan menguasainya akan menghalangi kota Yerusalem dari bantuan pasukan salib yang berasal dari arah pantai. Selanjutnya, dia berhasil menguasai juga daerah sekitar Yerusalem, yaitu Ramlah, Ad Darum, Gaza, Bethlehem dan An Natrun.
c. Pengepungan Yerusalem
                        Setelah semua kota-kota penopang Yerusalem dikuasai oleh pasukan Islam, Shalahuddin melanjutkan perjalanan utamanya yaitu menguasai kembali kota suci Yerusalem, ibukota Kerajaan Latin. Sebenarnya, benteng Yerusalem telah kehilangan banyak prajuritnya di Hittin ketika itu, sehingga penjaga benteng Yerusalem pun hanya tinggal sedikit. Ternyata, ada sesuatu di luar dugaan yang tidak diprediksi sebelumnya, yaitu datangnya Balian of Ibelin dari Tyre bersama beberapa ksatria berkudanya ke Yerusalem. Sebenarnya, Balian pun datang ke sana bukan berarti ingin menyelamatkan kota ini, tetapi hanya ingin mengambil anak dan istrinya di sana dan membawanya ke Tripoli.
                        Sebelum datang ke Yerusalem, Balian telah meminta izin kepada Sultan Shalahuddin untuk mengambil istri dan anaknya di Yerusalem. Sultan mengizinkannya, tetapi dengan syarat ia hanya 1 hari saja di kota itu dan tidak boleh sama sekali mengangkat senjata untuk melawannya lagi. Begitu ia sampai di kota Yerusalem, sebenarnya ia telah bertekad kuat untuk tetap memegang perjanjiannya dengan Sultan, tetapi dengan bujukan dari uskup agung Yerusalem, yaitu Patriak Eraclius dan juga Ratu Sybila untuk mempertahankan kota, akhirnya ia melanggar sumpahnya dengan Sultan. Dengan dibantu beberapa ksatria yang dibawanya dari Tyre, Balian melatih 60 orang ksatria baru untuk mempertahankan benteng Yerusalem.
                        Pada tanggal 20 September 1187 atau 15 Rajab 583 H, pasukan Shalahuddin telah sampai di kota Yerusalem dan mulai mengepung bentengnya. Sultan sengaja hanya mengerahkan sedikit saja dari pasukannya untuk mengepung kota ini, karena ia tahu bahwa pasukan penjaga benteng hanya sedikit, selain itu ia tidak ingin menghancurkan bangunan-bangunan di kota suci ini bahkan ingin menguasainya dengan jalan damai saja. Kemudian ia menulis surat kepada Balian dan penduduk kota itu agar mau melepaskan kota dengan jalan damai, tetapi ternyata mereka tetap pada pendiriannya, yaitu mempertahankan kota. Akhirnya Shalahuddin memerintahkan prajuritnya untuk angkat senjata merobohkan pintu benteng kota tersebut.
                        Serangan pasukan Shalahuddin awalnya difokuskan pada Tower of David dan Gerbang Damaskus. Mereka menyerang tembok benteng selama beberapa hari dengan berbagai mesin pengepungan, pasukan Shalahuddin berulang kali dipukul mundur oleh pasukan Balian itu. Setelah enam hari serangan mereka gagal, Shalahuddin menggeser fokus serangannya ke hamparan tembok kota dekat Bukit Zaitun, yaitu arah Syam. Daerah ini tidak memiliki pintu gerbang sehingga dapat mencegah pasukan Balian menyerang pasukannya. Selama tiga hari tembok benteng itu ditembak oleh mangonel dan ketapel tanpa henti. Pada tanggal 29 September 1187 atau 24 Rajab 583H, akhirnya sebagian tembok itu runtuh, sehingga tinggal selangkah lagi pasukan Islam akan dapat masuk ke dalam kota dengan jalan paksa. Pasukan Balian masih tetap gigih mempertahankan benteng tersebut, dan dapat mencegah pasukan Shalahuddin memasuki kota, tetapi pasukannya telah kelelahan untuk mengusir pasukan Islam dari Yerusalem.


Ilustrasi tentang pengepungan kota Yerusalem oleh pasukan Islam
                        Akhirnya, Balian datang menemui Sultan dan mengajaknya berunding. Balian mengajukan perdamaian kepada Sultan, tetapi Sultan menolaknya. Pertimbangan Sultan adalah jika kota itu dapat ia kalahkan dalam peperangan, maka semua yang ada di kota akan menjadi hak kaum muslimin, harta mereka menjadi ghanimah, bangunan, rumah dan tanah mereka milik kaum muslimin, berikut penduduknya menjadi budak kaum muslimin karena kalah perang. Balian mengetahui hal itu, maka cepat-cepat ia mengajukan perdamaian dan jaminan keamaan penduduk Yerusalem.
                        Karena Sultan menolaknya, maka Balian mengancam dengan mengatakan “Kalau Anda tidak mau memberi jaminan keamanan kepada kami, maka kami akan pulang kemudian membunuh seluruh tawanan perang kaum muslimin yang jatuh ke tangan kami. Perlu Anda ketahui bahwa jumlah pasukan Anda yang tertawan oleh pasukan kami kurang lebih empat ribu personel. Selain itu, kami akan bunuh budak-budak kami, anak-anak kami dan istri-istri kami. Rumah-rumah dan tempat-tempat indah akan kami bumiratakan dengan tanah. Semua perabotan yang ada di tangan kami akan kami bakar. Harta kekayaan kami akan kami rusak. Kubah Sakrah akan kami hancurkan dan apa saja yang bisa kami bakar, akan kami bakar. Selanjutnya kami baru keluar dan melanjutkan pertempuran dengan mati-matian. Bukan hal yang mustahil kalau kami menghancurkan apa saja. Tidak ada lagi artinya kehidupan bagi kami setelah itu. Setiap orang dari kami tidak akan mati sebelum berhasil membunuh jumlah yang banyak dari kalian dan setelah itu tidak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan!”. (Kutipan dialog di atas diambil oleh Dr M Sayyid Al Wakil di bukunya “Wajah Dunia Islam” dari Al Bidayah Wan Nihayah jilid XII hal 323 tulisan Ibnu Katsir)
                        Sultan terhenyak dengan perkataan Balian, kemudian ia mempertimbangkan kembali usulan perdamaian darinya. Akhirnya mereka sepakat perdamaian dengan beberapa klausul berikut :
1.    Penduduk Yerusalem dipersilakan meninggalkan kota tersebut dalam waktu 50 hari
2.    Laki-laki mereka harus menebus dirinya sebesar 10 dinar, perempuan 5 dinar dan anak-anak 2 dinar
3.    Barangsiapa yang tidak mampu menebus dirinya, maka ia menjadi tawanan.
4.    Semua hasil bumi, senjata dan rumah menjadi milik kaum muslimin dan orang-orang Kristen pindah ke tempat yang aman bagi mereka.
      Balian menyerahkan kunci kota tersebut pada pada hari Jumat tanggal 3 Oktober 1187 atau 27 Rajab 583 H. Para penduduk Yerusalem beserta pasukan salib yang tersisa berkemas untuk meninggalkan kota Yerusalem menuju ke tanah Kristen lainnya, diantaranya adalah Tyre dan Tripoli. Sultan memperkerjakan beberapa orang untuk memungut tebusan orang-orang ketika mereka hendak keluar dari gerbang Yerusalem.
      Sultan memperlakukan para penduduk dan pasukan salib sangat baik sekali. Bahkan ketika ia melihat banyak sekali oang Frank yang menggendong kedua orang tuanya yang lemah di atas punggungnya atau kerabatnya yang sakit, ia lalu memerintahkan prajuritnya untuk mengeluarkan hartanya agar dibagikan kepada mereka yang lemah itu. Dia juga membagi - bagikan binatang tunggangan secara gratis kepada penduduk pengungsi itu untuk memikul beban-beban mereka. Saudara Sultan, Al Malik Al Adil meminta ijin kepada beliau untuk membebaskan pembayaran tebusan kepada 7000 orang fakir dan miskin, sedangkan ia sendiri membebaskan kurang lebih 10.000 orang dari membayar tebusan. Pasukan salib sama sekali tidak disiksa atau dihinakan, setelah mereka semua membayar tebusan dan berjanji untuk tidak memeranginya lagi serta terus membayar jizyah, ia memerintahkan prajuritnya untuk mengawal mereka semua menuju ke Tyre. Sultan juga membebaskan Raja Guy of Lusignan dari penjara di Nablus dan membebaskan banyak pasukan salib yang tertawan di penjara – penjara muslim atas permintaan Ratu Sybilla, istri Raja Guy.
Sekarang, coba kita bandingkan keadaan ini dengan keadaan di tahun 1099 M atau 492 H ketika pertama kali pasukan salib dari orang-orang Frank itu mengambil Yerusalem dari tangan kaum muslimin. Berikut ini adalah pemaparan Amir Ali yang dinukil dari Mill, seorang sejarawan Inggris, “Kaum muslimin dibantai di jalan-jalan dan rumah-rumah. Di Yerusalem tidak ada tempat untuk berlindung dari efek kemenangan pasukan salib. Sebagian orang melarikan diri dari pembantaian. Mereka menjatuhkan diri dari atas tembok yang tinggi. Sebagian lainnya bersembunyi di benteng-benteng dan menara-menara, bahkan di masjid-masjid. Akan tetapi, semua ini tidak dapat menyembunyikan mereka dari mata orang-orang Kristen yang selalu mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi.”
      Kemudian Mill melanjutkan, “Pasukan infantri dan kavaleri mengejar orang-orang yang melarikan diri. Tiada terdengar di tengah kumpulan manusia yang penuh sesak ini kecuali teriakan kematian dan sekarat. Pasukan salib yang menang itu berjalan di atas sekian banyak tubuh manusia yang telah mati di belakang orang – orang yang mencari tempat berlindung”. Sekitar 80.000 ribu jiwa mati menjadi korban tanpa dosa.
      Philip K Hitti dalam History of Arab mengatakan “Ada perbedaan sangat nyata antara perlakuan Shalahuddin terhadap penduduk sipil Frank dan perlakuan orang-orang Frank terhadap kaum muslimin 88 tahun sebelum itu.”
      Apapun itu yang telah terjadi, Allah SWT Maha Mengetahui dan Dia telah menentukan takdir yang dulu, sekarang maupun yang akan datang. Para penduduk Yerusalem meninggalkan kota itu pertama kali pada hari jumat tanggal 27 Rajab 583 Hijriyah atau bertepatan dengan hari isra’ mikraj Rasulullah SAW. Khatib pertama di Masjid Al Aqsa adalah Al Qadhi Muhyiddin bin Zakiyuddin, yaitu ulama penasehat sekaligus sahabat dekat Sultan Shalahuddin. Masjid penuh sesak dengan jamaah kaum muslimin dan mereka sangat bersyukuri atas nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin saat itu, bahkan banyak diantara jamaah yang menangis ketika mendengar khutbah dari Syeikh Al Qadhi Muhyiddin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar