Rabu, 16 Juli 2014

SULTAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI (Bagian 3)


D. Penaklukan Kerajaan Yerusalem
            a. Kerajaan Kristen Yerusalem di Zaman Sultan Shalahuddin
                        Pada tahun 1174, sepeninggal Raja Almaric, maka Kerajaan Yerusalem dipimpin oleh anaknya yang baru berumur 13 tahun, Baldwin IV. Ia adalah seorang penderita lepra sejak kecil. Walaupun masih muda, namun ia memiliki keberanian dan kekuatan hati. Hanya saja, karena dalam kondisi fisik yang tidak memungkinkan dan umurnya yang masih sangat muda, maka ia menyerahkan urusan pemerintahan kepada walinya, Raymond dari Tripoli.
                        Karena lemahnya Raja, maka muncullah 2 kubu pada tubuh Kerajaan Yerusalem yang sama-sama kuatnya mempengaruhi keputusan sang Raja. Pertama adalah kubu merpati, yaitu kelompok yang lebih menyukai berdamai dengan kaum muslimin. Pendukung terpenting kubu ini antara lain adalah Raymond dari Tripoli, Balian dan Baldwin bersaudara dari Ibelin. Kedua adalah kubu elang, yaitu kelompok yang lebih menyukai perang, pertumpahan darah dan harta kekayaan. Kubu ini dipimpin oleh Reynald de Chatilon, Gerard dari Ridford dan Guy of Lusignan.
                        Pada tahun 1177, Raja Baldwin IV merasa sudah cukup kuat untuk memimpin pemerintahan, sehingga ia mengambil secara penuh hak atas kekuasaanya dari Raymond. Kesempatan ini dipergunakan oleh Sultan Shalahuddin untuk menyerang Yerusalem, yang ia perkirakan dalam kondisi lemah. Namun dalam penyerangan pertama ini ia mengalami kekalahan, karena ternyata pasukan Kerajaan Yerusalem masih bersatu padu. 
                        Setelah kejadian ini, Baldwin IV merasa perlu untuk menjaga kemakmuran rakyatnya, sehingga ia mengajukan genjatan senjata dengan Sultan. Sebenarnya perdamaian bukanlah pilihan Sultan, namun karena tahun itu adalah musim paceklik yang membuat rakyat cukup menderita, akhirnya ia menyetujui permintaan Baldwin. Mulai tahun 1177, Kerajaan Yerusalem dan Kesultanan dibawah pimpinan Shalahuddin mengalami masa-masa damai selama 4 tahun. Tidak ada yang boleh membunuh satu sama lain, jika ada yang membunuh seorang muslim, maka ia harus dihukum mati, begitu pun sebaliknya.
                        Perdamaian bukanlah pilihan bagi kubu elang seperti Reynald de Chatilon. Di tahun 1181 ia membuat keonaran dengan menyerang karavan dagang yang akan menuju ke Mekkah ketika melewati wilayah kekuasaannya di Karak. Ia merampas semua harta kekayaan para pedagang, membunuh dan menawan orang-orang tsb. Karena kejadian ini, maka rusaklah perjanjian damai. Sebagai raja, Baldwin IV ternyata tidak mampu menghukum Reynald, karena kuatnya posisinya, bahkan Baldwin sendiri tidak mampu mengembalikan harta yang telah dijarah oleh Reynald.
                        Sebagai langkah balasan dalam rangka mengembalikan para tawanan, maka Sultan Shalahuddin menawan 150 peziarah Kristen sebagai sandera. Namun ternyata cara ini pun tidak dapat memaksa Reynald melepaskan sanderanya, bahkan menjadikan mereka sebagai budak yang dijual. Akhirnya, Sultan masuk ke Negara mereka, menghancurkan desa-desa dan ladang-ladang di Galilea, mengepung Beirut dan dapat menaklukkan benteng Habis Jaldack di seberang sungai Yordan.
                        Dalam kondisi seperti itu pun Reynald masih saja agresif ingin menyerang wilayah kaum muslimin. Di tahun yang sama bahkan Reynald bersama pasukannya merencanakan penyerangan ke Mekah, Madinah dan kota-kota pelabuhan di laut merah menggunakan kapal-kapal. Bersama pasukan bajak lautnya, ia mulai menyerang kawasan kaum muslimin. Dengan sigap, saudara Sultan, Sayfuddin Al Adil langsung berangkat dari Mesir untuk membendung pasukan Reynald. Akhirnya pasukan pengacau ini dapat dikalahkan dan sebagian besarnya dapat ditawan, walaupun Reynald sendiri dapat melarikan diri. Mendengar kejadian ini, akibat penodaan terhadap kedua kota suci kaum muslimin, Sultan kemudian bersumpah akan membunuh Reynald dengan tangannya sendiri.
                        September 1183, setelah Sultan menguasai Aleppo, ia mulai menyerang Yordania dan memasuki Galilea. Menghadapi ini, Guy of Lusignan sebagai wali Raja menggantikan Raymond mulai memobilisasi pasukannya untuk menghadang Sultan di Kolam Goliath. Dengan berkemah di hadapan kemah pasukan Sultan, Guy hanya mengambil posisi pasif, tidak agresif menyerang. Karena Guy menolak untuk bentrokan terbuka dengan pasukan Sultan, akhirnya Sultan menarik mundur pasukannya karena cuaca dan iklim di sana kurang bersahabat.
                        Dirasa kurang cakap dalam memimpin, Raja Baldwin IV mencopot perwalian Guy dan menggantinya kembali dengan Raymond. Sehingga Raymond menjadi wali kerajaan sampai Baldwin meninggal dunia.
                        Ada kejadian penting pula yang perlu kita catat di saat sebelum meninggalnya Baldwin IV. Sultan Shalahuddin yang telah lama menargetkan Reynald sebagai target nomor 1 dalam daftar pencariannya, bergerak menuju ke benteng Karak. Dengan segera pasukannya mengepung benteng tersebut dan menghujaninya dengan manjanik dan mangonel. Ternyata, di dalam benteng tersebut sedang dilangsungkan pernikahan antara Isabella, anak angkat Balian dari Ibelin dan Humprey, anak angkat Reynald. Untuk memberitahukan kejadian tersebut, si tuan rumah sengaja memberikan hidangan pernikahan tersebut kepada Sultan. Mengetahui kejadian itu, Sultan memerintahkan pasukannya menghentikan serangan karena tidak ingin mengganggu malam pengantin mereka berdua. Bahkan, setelah mengetahui datangnya pasukan yang dipimpin langsung oleh Raja Baldwin IV untuk melindungi benteng Karak, Sultan menarik diri pasukannya karena tidak ingin memakan banyak korban.
                        Tahun 1185 Raja Baldwin IV meninggal dunia di usia 24 tahun. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan kepada walinya, Raymond agar sepeninggalnya nanti, yang akan menggantikannya sebagai Raja Yerusalem adalah kemenakannya yang masih kecil, Baldwin V anak dari adik kandungnya, yaitu Sybilla dengan suami pertamanya, Baldwin dari Ibelin. Putri Sybilla sendiri telah bercerai dengan Baldwin dari Ibelin dan menikahi Guy of Lusignan dari kubu elang. Kemudian, Raja Baldwin IV juga berpesan kepada Raymond, jika Baldwin V tidak dapat hidup sampai umur 10 tahun, maka untuk memilih Raja Yerusalem yang baru harus diputuskan oleh Paus di Vatikan bersama Raja Inggris dan Raja Perancis.
                        Sesuai wasiat Baldwin IV, maka Baldwin V menjadi raja Yerusalem yang baru dan Raymond dari Tripoli menjadi walinya. Merasa pemerintahannya kurang kondusif, maka Raymond mengajukan perdamaian dengan Sultan Shalahuddin. Sultan menerimanya dan perjanjian perdamaian ini ditandatangani untuk jangka waktu 4 tahun. Entah karena sakit atau pembunuhan, setahun setelah itu, sekitar bulan Agustus 1186 Baldwin V meninggal dunia di Acre.
                        Raymond sang wali Raja dan Joscelin sang menteri menghadiri prosesi pemakanan Baldwin V. Setelah pemakanan, Joscelin menyarankan Raymond untuk segera berangkat ke Tiberias agar mengadakan rapat dewan dengan para baron demi mendiskusikan wasiat dari Raja Baldwin IV tentang penunjukan Raja yang baru.
                        Tanpa diduga oleh Raymond sebelumnya, ketika ia dan para baron berada di Tiberias, ternyata terjadi kup di istana Yerusalem. Uskup Agung Yerusalem Herakles mendahuluinya, ia meresmikan Guy of Lusignan sebagai Raja Yerusalem dan Sybilla sebagai Ratu Yerusalem. Besar kemungkinan, Joscelin sang menteri berada di balik scenario besar ini. Peresmian Raja Yerusalem yang baru ini tidak diketahui oleh kubu merpati yang kebanyakan adalah para baron, hanya dihadiri oleh kubu elang saja. Merasa dikhianati, Raymond tidak mau mengakui kekuasaan Raja Guy of Lusignan. Ia lebih memilih menjaga territorialnya sendiri saja, di wilayah Tripoli dan Tiberias.
                       
            b. Perang Hittin
·         Penyebab Perang Hittin

Raja Yerusalem yang baru, Guy of Lusignan adalah seorang yang kurang cakap dalam memimpin. Ia kurang tegas dan mudah sekali dipengaruhi oleh kubu elang yang lebih menyukai peperangan. 

Raja Yerusalem terakhir, Guy of Lusignan

Raja Yerusalem ini selalu menunggu kesempatan untuk dapat menguasai daerah Islam seperti Mesir dan Suriah karena sangat berdekatan dengan wilayah kekuasaanya di Yerusalem dan daerah sekitar pantai. Dengan naiknya Guy of Lusignan dari kubu elang sebagai Raja Yerusalem, maka Reynald seperti merasa bebas melakukan apapun yang ia inginkan. Selama pemerintahan Baldwin IV dan V ia selalu diawasi oleh Raymond dari Tripoli, sehingga gerakannya terbatas, namun sekarang Raymond telah keluar dari pemerintahan, jadi ia sekarang merasa bebas melakukan perampokan dan pembunuhan di wilayah Islam. Reynald banyak melakukan teror terhadap muslim yang melintasi Mesir menuju ke Suriah ataupun Mekkah yang melewati daerah kekuasaanya.

Peta Jalur perdagangan Mesir – Suriah dan jalur jamaah haji yang melewati daerah kekuasaan Reynald de Chatilon, penguasa Karak.

            Sebenarnya antara Shalahuddin dan Reynald telah terjalin perjanjian perdamaian. Salah satu isi perjanjian perdamaian tersebut adalah diperbolehkannya kafilah dagang Mesir menuju ke Suriah atau sebaliknya melewati wilayah Karak dengan aman. Ternyata Reynald mengkhianati perjanjian tersebut. Pada tahun 582 H atau tahun 1186 M, selang beberapa minggu setelah pengangkatan Guy of Lusignan, Reynald dan pasukannya menyerang kafilah dagang yang berangkat dari Mesir menuju ke Suriah, sehingga dia merebut harta benda dan menawan mereka. Tawanan tersebut diperlakukan buruk oleh Reynald, bahkan ia menghina Rasulullah SAW dengan mengatakan kepada mereka “Kalau kalian mempercayai Muhammad, sekarang panggil dia untuk membebaskan kalian yang tertawan dan menyelamatkan kalian dari keburukan yang menimpa kalian”. Kejadian ini membuat Shalahuddin marah. Sultan Shalahuddin lalu mengirimkan surat kepada Reynald dan juga Raja Yerusalem untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan tersebut. Dengan sombongnya, Raja Guy menolak permintaan Shalahuddin.
·         Persiapan Perang
Penolakan pertanggungjawaban Raja Guy berarti adalah pembatalan perjanjian perdamaian, sehingga perang pasti sudah tidak mungkin dielakkan lagi. Shalahuddin sudah berniat penuh untuk membalas orang-orang Frank salib tersebut bahkan ingin sekali membebaskan Yerusalem. Dia mengumumkan jihad ke seluruh pelosok negeri Mesir, Suriah dan Irak agar kaum muslimin bersiap-siap baik jiwa maupun materi untuk menggempur pasukan salib di Yerusalem, Karak dan seluruh kerajaan mereka. Terbentuklah pasukan Islam yang cukup besar sekitar 20.000 prajurit infantri (pasukan pejalan kaki) dan 12.000 pasukan kaveleri (pasukan berkuda) beserta perbekalan dan alat-alat perang yang lengkap untuk memenuhi maksud tersebut. Mereka semua berkumpul di Damaskus dengan mendirikan tenda-tenda dan mengibarkan bendera-bendera panji Islam. Para ulama dan khatib jum’at mendoakan mereka agar menang dalam menghadapi perang besar kali ini.
Mengetahui keadaan yang sangat genting ini, Raymond dan penguasa Anthiokia segera mengajukan perdamaian dengan pihak Sultan Shalahuddin. Hal ini mereka lakukan agar kampanye Sultan yang hendak menyerang Yerusalem tidak sampai ke wilayah kekuasaan mereka. Sultan menyetujui pernanjian damai ini, sehingga Raymond dan Sultan sekarang telah berdamai dan menjadi sekutu yang baru.
Mengetahui bahwa Raymond telah mengadakan perjanjian damai dengan Sultan, Raja Guy marah. Ia kemudian berkeinginan untuk menyerang Raymond di Tiberias karena merasa dikhianati. Melihat kondisi yang genting ini, Balian dari Ibelin lalu datang ke Yerusalem menemui Guy untuk menenangkan situasi. Ia mengatakan bahwa jika Raja Guy menyerang Raymond, maka ia akan kehilangan pendukungnya, karena ia akan sangat membutuhkan pasukan Raymond untuk mengalahkan Sultan yang akan menyerangnya. Ia menyarankan agar sebaiknya Raja Guy berdamai saja dengan Raymond supaya dapat mengatasi kondisi yang sulit ini. Raja Guy menyetujui pendapat Balian, akhirnya ia menunjuk Balian agar dapat mengatur proses perdamaiannya dengan Raymond.
Maka berangkatlah utusan perdamaian menuju ke Tiberias pada tanggal 29 April 1187. Dari pihak Raja Guy, ia mengutus pemimpin Ksatria Templar dan Ksatria Ordo Hospitalier sebagai wakilnya. Mereka telah merencanakan akan bertemu dengan Balian di kastil La Feve yang terletak di dataran Esdraelon, desa Galilea daerah Tiberias.
Pada tanggal 30 April 1187, putra Sultan Shalahuddin, Al Afdhal mendatangi Raymond di Tiberias dan mengajuakan satu permintaan. Al Afdhal meminta ijin kepada Raymond untuk memasuki wilayah Galilea sebagai pasukan penyelidik pasukan Yerusalem. Dengan berat hati, Raymond menyetujui permintaan tersebut, karena kini Sultan telah menjalin perdamaian dengannya. Hanya saja Raymond mensyaratkan agar pasukan penyelidik itu hanya 1 hari saja memasuki wilayah Galilea, pada sore harinya mereka harus kembali lagi. Al Afdhal menyetujuinya dan berjanji akan kembali sore harinya dan tidak akan merusak desa dan menjarah.
Di hari itu, Raymond mengutus ksatrianya sebagai wakil perdamaiannya dengan Raja Guy. Ia berpesan pula kepada utusannya itu bahwa mereka dan para utusan Raya Guy harus bersembunyi dari pasukan Al Afdhal yang akan memasuki Galilea besok. Ketika malam tiba, masih di tanggal 30 April, sampailah utusan Raymond di kastil La Feve dan bertemu dengan utusan Raja Guy, yang salah satunya adalah Gerald dari Ridford, pemimpin orde Ksatria Templar. Begitu disampaikan oleh utusan Raymond tentang akan datangnya pasukan Al Afdhal memasuki Galilea dan diperintahkannya mereka untuk bersembunyi, maka bangkitlah kesombongan Gerald. Ia merasa sebagai Ksatria Templar, maka ia tidak boleh takut pada musuh dan tidak akan bersembunyi sebagai seorang pengecut.
Maka, pada malam itu juga Gerald memerintahkan untuk mengumpulkan para Ksatria Templar di wilayah Galilea agar datang ke tempatnya. Kemudian datanglah perwira tinggi Ksatria Templar, James Muray bersama sekitar 90 orang ksatrianya untuk bergabung bersama Gerald di kastil La Feve. Keesokan paginya, bergabung pula sekitar 40 ksatria sukarelawan dari Galilea di Nazaret, dekat daerah Cresson.
Tanggal 1 Mei 1187, sesuai kesepakan Al Afdhal dengan Raymond kemarin, maka masuklah 7.000 pasukan kavaleri Islam yang dipimpin oleh Al Afdhal menuju wilayah Galilea. Sedangkan di pihak Ksatria Templar dan Ksatria orde Hospitalier yang dipimpin oleh Gerald tengah mencari pasukan Islam. Sesampainya mereka di sebuah padang rumput di daerah Cresson, mereka melihat begitu banyaknya pasukan Islam yang memasuki Galilea. Hal ini tidak mereka prediksi sebelumnya. Akibatnya muncullah perdebatan di kalangan pemimpin mereka, antara Gerald, James dan guru Orde Hospitalier. James dan guru Orde Hospitalier lebih memilih untuk mundur, karena tidak mungkin menyerang pasukan yang jumlahnya sebanyak itu dengan jumlah pasukan mereka yang tidak lebih dari 150 orang saja.
Tidak ada kata mundur bagi Gerald, ia tetap pada rencana semula untuk menyerang pasukan Islam walau dalam kondisi apapun. Bahkan Gerald menuduh James penakut dan lari dalam perang. Merasa dilecehkan, James mengatakan bahwa ia bukanlah seorang pengecut, bahkan ia lebih berani daripada Gerald di medan pertempuran. Akhirnya mereka semua bersepakat untuk melakukan misi bunuh diri itu karena merasa dirinya adalah ksatria salib yang berani mati. Majulah semua pasukan Ksatria Templar dan Ksatria Orde Hospitalier menggempur pasukan Al Afdhal. Dan tentu saja pasukan Islam lebih unggul daripada mereka karena jumlahnya yang jauh lebih banyak.
Sore harinya, masih di tanggal 1 Mei, sesuai kesepakatan dengan Raymond, maka Al Afdhal telah keluar dari Galilea. Namun, ada pemandangan yang berbeda dari pasukan ini, ketika memasuki Galilea di pagi hari, tombak-tombak dan pedang mereka bersih, namun ketika keluar darinya di sore hari, tombak-tombak pasukan depan ini masing-masing tertancap 1 kepala Ksatria Templar. Melihat kejadian ini secara langsung di depan bentengnya di Tiberias, Raymond sangat terpukul dan merasa bersalah.
Raja Guy lalu menuduhnya sebagai seorang pengkhianat Kristen. Dengan perasaan yang sedih dan bersalah, akhirnya Raymond memutuskan perjanjian damainya dengan Sultan dan memilih bergabung dengan pasukan Yerusalem. Raja Guy merasa sangat senang, karena akhirnya ia mendapat dukungan Raymond dan pasukannya.
            Raja Yerusalem yang mengetahui tentang maksud Shalahuddin untuk menyerang,  mulai mempersiapkan diri dan pasukannya demi menghadapi perang besar ini. Dia mengumpulkan panglima perangnya seperti Reynald penguasa Karak, Balian dari Ibelin dan Raymon penguasa Tripoli. Mereka semua berkumpul di Acre sehingga jumlah pasukannya juga hampir sama dengan jumlah pasukan Shalahuddin, yaitu sekitar 20.000 pasukan infantri dan 12.000 pasukan ksatria penunggang kuda.
·         Kronologis Peperangan
Marilah kita simak jalannya peperangan Shalahuddin di Hittin berikut ini yang merupakan perang yang sangat menentukan untuk dikuasainya kembali Yerusalem oleh kaum muslimin.
Perhatikan peta perjalanan peperangannya berikut :

Peta perjalanan kedua pasukan dan jalannya pertempuran di Hittin

            Menurut Dr Abdullah Nashih Ulwan penulis buku Shalah Ad Din Al Ayyubi; Bathal Hithin wa Muharrir Al Quds Min Ash Shalibiyyin bertepatan pada bulan Rabiul Akhir 583 Hijriyah (bukan di bulan Ramadhan, seperti beberapa pendapat lainnya) atau akhir bulan Juni 1187 Masehi, pasukan Sultan Shalahuddin telah keluar dari Damaskus kemudian berangkat menuju Tal Ashtarah. Sedangkan pasukan salib pimpinan Raja Guy of Lusignan sudah keluar dari Acre dan menuju ke daerah yang bernama Saphorie yang subur dan banyak sumber airnya. Raja Guy telah membagi 3 kekuatan pasukannya, pasukan depan dipimpin oleh Raymond, pasukan utama dia pimpin sendiri, sedangkan pasukan belakang dipimpin oleh Balian, Reynald dan beberapa panglima lainnya.
            Pada tanggal 27 Juni 1187, pasukan salib berkemah di Saphorie, sedangkan pasukan Sultan Shalahuddin pada tanggal 1 Juli telah menyeberangi sungai Yordan dan berkemah di dekat daerah Senabra. Pasukan salib rencananya akan menunggu dan menghadapi pasukan Sultan Shalahuddin di Saphorie, karena daerah ini sudah mereka kuasai, termasuk sumber-sumber airnya. Sedangkan Sultan Shalahuddin tidak kalah cerdiknya dalam membuat strategi perang, dia beranggapan tidak baik bagi pasukannya menghadapi pasukan salib di Saphorie, karena dengan sumber air yang mereka kuasai, pastilah pasukan Sultan akan kehausan dalam perang nantinya, sehingga bisa mengakibatkan kekalahan di pihaknya.
Strategi yang dilakukan oleh Sultan adalah dengan membagi 2 pasukannya, sebagian kecil pasukan dia pimpin sendiri untuk menyerang Benteng Tiberias, yaitu benteng pertahanan milik Raymond dari Tripoli, sedangkan pasukan intinya yang besar dipimpin oleh panglimanya Mudzaffar ad Din Kukubri untuk meneruskan perjalanan ke daerah Kafr Sabt. Tujuan Sultan menyerang Benteng Tiberias adalah memancing pasukan salib untuk menyelamatkan benteng tersebut, sehingga mereka keluar dari daerah Saphorie yang subur. Jika mereka berjalan ke arah Tiberias, maka pasukan intinya yang dipimpin oleh Mudzaffar dapat menyergap mereka di Tanduk Hittin (Horn of Hattin), yaitu daerah bukit yang gersang dan kering sumber airnya.
Raymond yang sudah berpengalaman dalam berbagai medan peperangan telah mengetahui taktik pancingan Sultan. Walaupun Tiberias adalah wilayah kekuasaannya, dan dia paling berkepentingan untuk membebaskannya dari kepungan pasukan Sultan, namun ia mengemukakan pendapatnya kepada Raja Guy agar tetap bertahan di Saphorie dan jangan terpancing oleh siasat Sultan. Karena ia tahu bahwa jika pasukan salib melewati daerah gersang seperti bukit Tanduk Hittin dan disergap di sana, maka pasukan ini pasti akan hancur. Sedangkan ia sangat paham dengan karakter Sultan Shalahuddin yang pemaaf, maka Sultan pasti tetap akan memperlakukan dengan baik para tawanan Tiberias. Awalnya, Raja Guy terpengaruh oleh pendapat Raymond dan menyetujuinya. Namun, ketika di malam harinya, kubu elang yang dipimpin oleh Reynald de Chatilon masuk ke kemah Raja Guy dan mempengaruhinya agar pergi ke Tiberias untuk menyerang pasukan Sultan. Reynald mengatakannya sebagai seorang pengecut jika ia tidak berani menghadapi pasukan Sultan. Terpengaruh oleh ajakan kubu elang, akhirnya Raja Guy memutuskan untuk menghadapi Sultan di Tiberias. Tentu saja hal ini sangat mengejutkan Raymond dan kubu merpati, dengan berat hati, akhirnya mereka tetap mengikuti perintah Raja Guy.
Pada tanggal 2 Juli 1187, pasukan Shalahuddin telah mengepung benteng Tiberias dan berhasil menguasai kotanya. Sedangkan pasukan salib pada tanggal 3 Juli pagi hari sudah mulai bergerak keluar dari Saphorie menuju ke Tiberias. Begitu mendengar berita tentang keberangkatan pasukan salib menuju Tiberias, Sultan sangat senang, karena ternyata taktik perangnya berhasil.
Jalur menuju Tiberias dari Saphorie adalah melewati Tur’an, Kafr Sabt lalu Tiberias. Tetapi karena daerah Kafr Sabt telah dikuasai oleh pasukan Shalahuddin, maka pasukan salib mengambil jalur alternatif yang lain yaitu melewati Tanduk Hittin.
Pada tanggal 3 Juli 1187 tengah hari, pasukan salib telah sampai di Tur’an yang berjarak sekitar 10 km dari Saphorie. Tur’an adalah daerah yang subur dan banyak sumber airnya, maka pasukan salib memenuhi kantung-kantung air mereka untuk bekal perjalanan mereka ke Tiberias. Sore harinya mereka telah sampai di bukit Tanduk Hittin. Bukit ini begitu gersang serta udara saat itu juga cukup panas dan kering. Persediaan air pasukan salib sudah mulai habis, disebabkan beratnya medan pegunungan menuju Hittin dan panas teriknya matahari.
Sebelum pasukan salib mencapai Tanduk Hittin, pasukan Islam yang dipimpin oleh Mudzaffar telah memblokade jalan di lembah Hittin yang banyak mengandung sumber air dan menguasainya terlebih dahulu. Sedangkan Shalahuddin dan sebagian besar pasukannya telah berbalik arah dari benteng Tiberias menuju ke lembah Hittin untuk bersatu kembali dengan pasukan Mudzaffar. Dia meninggalkan sebagian kecil pasukannya untuk mengepung benteng Tiberias, yang akhirnya dapat dikuasai setelah beberapa hari kemudian. Shalahuddin membagi 3 kelompok besar pasukannya, pasukan yang dia pimpin sendiri, pasukan yang dipimpin oleh Mudzaffar dan pasukan yang dipimpin oleh keponakannya, yaitu Taqiuddin. Dia memerintahkan Taqiuddin untuk memblokade jalan di sebelah utara lembah agar pasukan salib tidak dapat menuju lembah Hittin yang kaya sumber air, sedangkan dia sendiri memblokade jalan di bagian selatannya. Pasukan Mudzaffar diperintahkan untuk memecah pasukan utama dengan pasukan belakang musuh.

Sore itu bertemulah kedua pasukan. Pasukan salib yang kehausan, langsung menyerang pasukan Shalahuddin karena ingin mendapatkan air di lembah Hittin. Dengan kekuatan penuh, pasukan Shalahuddin berhasil mematahkan serangan mereka sehingga tidak dapat mencapai sumber air. Pasukan Mudzaffar pun dapat memukul mundur pasukan belakang musuh sehingga mereka terjepit kembali ke bukit Tanduk Hittin.


Pasukan Sultan Shalahuddin dan pasukan Raja Guy bertemu di Hittin

Begitu malam tiba, Raja Guy memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan disebabkan kelelahan dan kehausan. Dia berharap bisa mendapatkan air di sumur-sumur sekitar bukit tersebut, tetapi usahanya sia-sia, karena ternyata sumur-sumur pun telah kering. Akibatnya, malam itu pasukan salib berada dalam keadaan yang sangat haus karena dari sore tidak memiliki air untuk diminum.
Pagi – pagi sekali tanggal 4 Juli mereka dikejutkan oleh kebakaran di kemah-kemah mereka, akibat sabotase dari pasukan Shalahuddin. Panas api ditambah rasa haus yang sangat membuat pasukan salib tidak berdaya. Serangan yang mereka lancarkan di hari itu sangat lemah dan kurang bertenaga, akibatnya pasukan Shalahuddin dapat menghancurkan pasukan mereka dan memisahkan pasukan infantri dan pasukan berkuda mereka. Pasukan depan mereka hancur dipatahkan oleh pasukan Taqiuddin. Raymond dapat lolos dari kepungan bersama sebagian kecil saja diantara pasukannya. Begitu mereka lolos, pasukan Taqiuddin langsung memblokade agar pasukan Raymond tidak dapat masuk lagi bergabung dengan pasukan intinya. Dengan perasaan yang kecewa bercampur dengan kesedihan yang mendalam, Raymond berusaha membuka kembali blokade tersebut. Namun ia gagal, bahkan ia terbunuh di medan perang Hittin ini. Melihat kejadian itu, sebagian pasukannya yang tersisa melarikan diri ke Tyre.
Pasukan infantri yang merupakan pasukan inti pimpinan Raja Guy mencoba menembus blokade pasukan Shalahuddin, namun selalu gagal, akibatnya mereka terpukul mundur ke bukit Tanduk Hittin dan banyak yang terbunuh di sana.


Ilustrasi pelukis tentang dipukul mundurnya pasukan infantry pasukan salib

Pasukan belakang mereka berhasil dihadang dan dibuat kocar kacir oleh pasukan Mudzaffar. Tanpa dukungan pasukan infantri, kuda –kuda pasukan kavaleri ksatria Templar  banyak yang terkena panah pasukan muslim sehingga mereka harus berjalan kaki. Meskipun dengan tekad yang sangat kuat dan berusaha sekuat tenaga menembus barisan pertahanan pasukan Islam, tetapi tetap saja mereka tidak mampu menembusnya. Akhirnya mereka semua terpojok di bukit Tanduk Hittin dan terpaksa menyerah.


Ilustrasi pelukis tentang pasukan ksatria Templar yang dihujani panah

·         Akhir Perang Hittin
   Sore itu pada tanggal 4 Juli 1187, pasukan salib kalah total di Hittin dan menyerah. Diantara mereka yang tertangkap adalah Raja Yerusalem, yaitu Guy of Lusignan dan penguasa Karak yaitu Reginand de Chatillon. Sedangkan Balian of Ibellin dan sebagian pasukannya berhasil lolos menuju ke Tyre. Pasukan salib yang terluka dirawat dengan baik oleh Shalahuddin, yang ditawan juga diperlakukan secara manusiawi.
Sore itu didirikanlah tenda untuk Sultan Shalahuddin, kemudian didatangkanlah Raja Guy dan Reynald. Raja Guy sangat kehausan, sehingga ia meminta minum. Shalahuddin adalah raja yang sangat baik hati, ia memberikan Raja Guy segelas air dingin. Raja Guy menyisakan sedikit minuman tersebut, lalu memberikannya kepada Reynald, kemudian ia langsung mengambil dan meminumnya. Melihat kejadian tersebut, Shalahuddin sangat marah dan berkata kepada Raja Guy “ Aku tidak memperkenankanmu memberikannya minum karena aku tidak memberikan jaminan keamanan padanya.”
Shalahuddin masih marah kepada Reynald yang sudah memperlakukan buruk para tawanan, menjarah kafilah dagang, menteror jamaah haji dan terutama menghina Rasulullah SAW. Ia masih ingat perkataan Reynald kepada para tawanan ketika itu “Kalau kalian mempercayai Muhammad, sekarang panggil dia untuk membebaskan kalian yang tertawan dan menyelamatkan kalian dari keburukan yang menimpa kalian”. Sultan berkata kepada Reynald “Aku adalah duta Rasulullah SAW untuk menolong umatnya.” Kemudian Sultan memenuhi janjinya dengan memenggal sendiri kepala Reynald. Melihat Raja Guy yang ketakutan, ia berkata “tenanglah, tidak biasanya para raja itu membunuh raja-raja lainnya. Akan tetapi orang ini (Reynald) telah melampaui batas,maka dari itu terjadilah padanya apa yang telah terjadi”. Akhirnya ia mengirimkan Raja Guy ke penjara Damaskus dan memperlakukannya dengan baik, bahkan nantinya setelah penaklukan Yerusalem, ia melepaskan Raja Guy atas permintaan Ratu Sybila, istri Raja Guy.


Gambaran pelukis tentang kekalahan pasukan salib dan perbincangan Sultan Shalahuddin dengan Raja Guy of Lusignan

Kemenangan Shalahuddin di Hittin adalah pembuka jalan bagi penaklukan Yerusalem. Inti kemenangan pasukan Shalahuddin di Hittin adalah karena bekal taqwa, tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT, dukungan material dan doa kaum muslimin, pasukan yang kuat dan senantiasa dalam ketaatan kepada Allah, Rasulullah dan pemimpin mereka serta strategi perang yang sangat tepat. Strategi perang yang dilakukannya mirip sekali dengan strategi perang Rasulullah SAW ketika di perang Badr. Strategi perangnya adalah dengan menguasai sumber air di medan peperangan terbuka, hal ini dilakukan agar semangat pasukan lawan menjadi lemah karena kehausan dan kelelahan.
Strategi perang di Badr ini dikemukakan oleh seorang sahabat Rasulullah SAW yang bernama Hubab bin Mundzir yang kemudian dibenarkan oleh Nabi dan mereka melakukannya. Ketika Rasulullah berhenti dan bermarkas di sebuah tempat di dekat mata air Badr, yang dirasakan oleh Hubab bukanlah tempat yang strategis, maka sahabat ini bertanya “Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah atas wahyu dari Allah atau hanya strategi perang saja?” Rasulullah menjawab “ini hanya strategi perang saja” lalu Hubbab berkata “ Wahai Rasullah, ini bukanlah tempat yang strategis, pindahlah hingga engkau bisa menjadikan seluruh sumur itu berada di belakang posisimu dan keringkanlah seluruh sumur itu serta sisakan satu saja. Kemudian galilah di sekitarmu sebuah kolam. Lalu kita memerangi musuh, dan kita bisa minum sedang mereka tidak, hingga Allah memutuskan perkara antara kita dengan mereka”. Strategi ini terbukti sangat jitu dan akhirnya Rasullah SAW beserta  para sahabatnya berhasil memenangkan perang Badr ini walaupun jumlah mereka ketika itu hanya 305 orang sedangkan kafir Quraish 950 orang dan 200 kuda perang.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar