Kamis, 17 Juli 2014

SULTAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI (Bagian 4)


E. Sultan Shalahuddin Mengembalikan Yerusalem ke Pangkuan Ummat Islam

a. Sultan Shalahuddin menguasai sebagian besar wilayah Kerajaan Latin

Peta kekuasaan Kerajaan Latin sebelum kekalahan di Hittin (1099 M – 1187 M )
 Pada awal Jumadil Ula 583 H atau masih di bulan Juli 1187 Setelah kemenangan besar Sultan Shalahuddin di Hittin, dia bergerak bersama pasukannya ke Acre, karena daerah ini paling dekat dengan markas pasukannya di Hittin. Penduduk Acre menyerah dan pasukan Islam berhasil memasukinya dalam kondisi aman. Selanjutnya, pasukan Shalahuddin berhasil menguasai benteng-benteng yang ada di sekitar Acre, seperti Tabnain, Sidon, Jubail dan Beirut.
Perjalanan selanjutnya, pasukan ini bergerak menyusuri pantai dan mengepung Benteng Ascalon. Setelah 14 hari terkepung, penguasa kota ini menyerah dan menyerahkan kunci kota dalam kondisi damai. Penguasaan atas Ascalon ini semakin mempermudah Shalahuddin menguasai Yerusalem, karena dengan menguasainya akan menghalangi kota Yerusalem dari bantuan pasukan salib yang berasal dari arah pantai. Selanjutnya, dia berhasil menguasai juga daerah sekitar Yerusalem, yaitu Ramlah, Ad Darum, Gaza, Bethlehem dan An Natrun.
c. Pengepungan Yerusalem
                        Setelah semua kota-kota penopang Yerusalem dikuasai oleh pasukan Islam, Shalahuddin melanjutkan perjalanan utamanya yaitu menguasai kembali kota suci Yerusalem, ibukota Kerajaan Latin. Sebenarnya, benteng Yerusalem telah kehilangan banyak prajuritnya di Hittin ketika itu, sehingga penjaga benteng Yerusalem pun hanya tinggal sedikit. Ternyata, ada sesuatu di luar dugaan yang tidak diprediksi sebelumnya, yaitu datangnya Balian of Ibelin dari Tyre bersama beberapa ksatria berkudanya ke Yerusalem. Sebenarnya, Balian pun datang ke sana bukan berarti ingin menyelamatkan kota ini, tetapi hanya ingin mengambil anak dan istrinya di sana dan membawanya ke Tripoli.
                        Sebelum datang ke Yerusalem, Balian telah meminta izin kepada Sultan Shalahuddin untuk mengambil istri dan anaknya di Yerusalem. Sultan mengizinkannya, tetapi dengan syarat ia hanya 1 hari saja di kota itu dan tidak boleh sama sekali mengangkat senjata untuk melawannya lagi. Begitu ia sampai di kota Yerusalem, sebenarnya ia telah bertekad kuat untuk tetap memegang perjanjiannya dengan Sultan, tetapi dengan bujukan dari uskup agung Yerusalem, yaitu Patriak Eraclius dan juga Ratu Sybila untuk mempertahankan kota, akhirnya ia melanggar sumpahnya dengan Sultan. Dengan dibantu beberapa ksatria yang dibawanya dari Tyre, Balian melatih 60 orang ksatria baru untuk mempertahankan benteng Yerusalem.
                        Pada tanggal 20 September 1187 atau 15 Rajab 583 H, pasukan Shalahuddin telah sampai di kota Yerusalem dan mulai mengepung bentengnya. Sultan sengaja hanya mengerahkan sedikit saja dari pasukannya untuk mengepung kota ini, karena ia tahu bahwa pasukan penjaga benteng hanya sedikit, selain itu ia tidak ingin menghancurkan bangunan-bangunan di kota suci ini bahkan ingin menguasainya dengan jalan damai saja. Kemudian ia menulis surat kepada Balian dan penduduk kota itu agar mau melepaskan kota dengan jalan damai, tetapi ternyata mereka tetap pada pendiriannya, yaitu mempertahankan kota. Akhirnya Shalahuddin memerintahkan prajuritnya untuk angkat senjata merobohkan pintu benteng kota tersebut.
                        Serangan pasukan Shalahuddin awalnya difokuskan pada Tower of David dan Gerbang Damaskus. Mereka menyerang tembok benteng selama beberapa hari dengan berbagai mesin pengepungan, pasukan Shalahuddin berulang kali dipukul mundur oleh pasukan Balian itu. Setelah enam hari serangan mereka gagal, Shalahuddin menggeser fokus serangannya ke hamparan tembok kota dekat Bukit Zaitun, yaitu arah Syam. Daerah ini tidak memiliki pintu gerbang sehingga dapat mencegah pasukan Balian menyerang pasukannya. Selama tiga hari tembok benteng itu ditembak oleh mangonel dan ketapel tanpa henti. Pada tanggal 29 September 1187 atau 24 Rajab 583H, akhirnya sebagian tembok itu runtuh, sehingga tinggal selangkah lagi pasukan Islam akan dapat masuk ke dalam kota dengan jalan paksa. Pasukan Balian masih tetap gigih mempertahankan benteng tersebut, dan dapat mencegah pasukan Shalahuddin memasuki kota, tetapi pasukannya telah kelelahan untuk mengusir pasukan Islam dari Yerusalem.


Ilustrasi tentang pengepungan kota Yerusalem oleh pasukan Islam
                        Akhirnya, Balian datang menemui Sultan dan mengajaknya berunding. Balian mengajukan perdamaian kepada Sultan, tetapi Sultan menolaknya. Pertimbangan Sultan adalah jika kota itu dapat ia kalahkan dalam peperangan, maka semua yang ada di kota akan menjadi hak kaum muslimin, harta mereka menjadi ghanimah, bangunan, rumah dan tanah mereka milik kaum muslimin, berikut penduduknya menjadi budak kaum muslimin karena kalah perang. Balian mengetahui hal itu, maka cepat-cepat ia mengajukan perdamaian dan jaminan keamaan penduduk Yerusalem.
                        Karena Sultan menolaknya, maka Balian mengancam dengan mengatakan “Kalau Anda tidak mau memberi jaminan keamanan kepada kami, maka kami akan pulang kemudian membunuh seluruh tawanan perang kaum muslimin yang jatuh ke tangan kami. Perlu Anda ketahui bahwa jumlah pasukan Anda yang tertawan oleh pasukan kami kurang lebih empat ribu personel. Selain itu, kami akan bunuh budak-budak kami, anak-anak kami dan istri-istri kami. Rumah-rumah dan tempat-tempat indah akan kami bumiratakan dengan tanah. Semua perabotan yang ada di tangan kami akan kami bakar. Harta kekayaan kami akan kami rusak. Kubah Sakrah akan kami hancurkan dan apa saja yang bisa kami bakar, akan kami bakar. Selanjutnya kami baru keluar dan melanjutkan pertempuran dengan mati-matian. Bukan hal yang mustahil kalau kami menghancurkan apa saja. Tidak ada lagi artinya kehidupan bagi kami setelah itu. Setiap orang dari kami tidak akan mati sebelum berhasil membunuh jumlah yang banyak dari kalian dan setelah itu tidak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan!”. (Kutipan dialog di atas diambil oleh Dr M Sayyid Al Wakil di bukunya “Wajah Dunia Islam” dari Al Bidayah Wan Nihayah jilid XII hal 323 tulisan Ibnu Katsir)
                        Sultan terhenyak dengan perkataan Balian, kemudian ia mempertimbangkan kembali usulan perdamaian darinya. Akhirnya mereka sepakat perdamaian dengan beberapa klausul berikut :
1.    Penduduk Yerusalem dipersilakan meninggalkan kota tersebut dalam waktu 50 hari
2.    Laki-laki mereka harus menebus dirinya sebesar 10 dinar, perempuan 5 dinar dan anak-anak 2 dinar
3.    Barangsiapa yang tidak mampu menebus dirinya, maka ia menjadi tawanan.
4.    Semua hasil bumi, senjata dan rumah menjadi milik kaum muslimin dan orang-orang Kristen pindah ke tempat yang aman bagi mereka.
      Balian menyerahkan kunci kota tersebut pada pada hari Jumat tanggal 3 Oktober 1187 atau 27 Rajab 583 H. Para penduduk Yerusalem beserta pasukan salib yang tersisa berkemas untuk meninggalkan kota Yerusalem menuju ke tanah Kristen lainnya, diantaranya adalah Tyre dan Tripoli. Sultan memperkerjakan beberapa orang untuk memungut tebusan orang-orang ketika mereka hendak keluar dari gerbang Yerusalem.
      Sultan memperlakukan para penduduk dan pasukan salib sangat baik sekali. Bahkan ketika ia melihat banyak sekali oang Frank yang menggendong kedua orang tuanya yang lemah di atas punggungnya atau kerabatnya yang sakit, ia lalu memerintahkan prajuritnya untuk mengeluarkan hartanya agar dibagikan kepada mereka yang lemah itu. Dia juga membagi - bagikan binatang tunggangan secara gratis kepada penduduk pengungsi itu untuk memikul beban-beban mereka. Saudara Sultan, Al Malik Al Adil meminta ijin kepada beliau untuk membebaskan pembayaran tebusan kepada 7000 orang fakir dan miskin, sedangkan ia sendiri membebaskan kurang lebih 10.000 orang dari membayar tebusan. Pasukan salib sama sekali tidak disiksa atau dihinakan, setelah mereka semua membayar tebusan dan berjanji untuk tidak memeranginya lagi serta terus membayar jizyah, ia memerintahkan prajuritnya untuk mengawal mereka semua menuju ke Tyre. Sultan juga membebaskan Raja Guy of Lusignan dari penjara di Nablus dan membebaskan banyak pasukan salib yang tertawan di penjara – penjara muslim atas permintaan Ratu Sybilla, istri Raja Guy.
Sekarang, coba kita bandingkan keadaan ini dengan keadaan di tahun 1099 M atau 492 H ketika pertama kali pasukan salib dari orang-orang Frank itu mengambil Yerusalem dari tangan kaum muslimin. Berikut ini adalah pemaparan Amir Ali yang dinukil dari Mill, seorang sejarawan Inggris, “Kaum muslimin dibantai di jalan-jalan dan rumah-rumah. Di Yerusalem tidak ada tempat untuk berlindung dari efek kemenangan pasukan salib. Sebagian orang melarikan diri dari pembantaian. Mereka menjatuhkan diri dari atas tembok yang tinggi. Sebagian lainnya bersembunyi di benteng-benteng dan menara-menara, bahkan di masjid-masjid. Akan tetapi, semua ini tidak dapat menyembunyikan mereka dari mata orang-orang Kristen yang selalu mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi.”
      Kemudian Mill melanjutkan, “Pasukan infantri dan kavaleri mengejar orang-orang yang melarikan diri. Tiada terdengar di tengah kumpulan manusia yang penuh sesak ini kecuali teriakan kematian dan sekarat. Pasukan salib yang menang itu berjalan di atas sekian banyak tubuh manusia yang telah mati di belakang orang – orang yang mencari tempat berlindung”. Sekitar 80.000 ribu jiwa mati menjadi korban tanpa dosa.
      Philip K Hitti dalam History of Arab mengatakan “Ada perbedaan sangat nyata antara perlakuan Shalahuddin terhadap penduduk sipil Frank dan perlakuan orang-orang Frank terhadap kaum muslimin 88 tahun sebelum itu.”
      Apapun itu yang telah terjadi, Allah SWT Maha Mengetahui dan Dia telah menentukan takdir yang dulu, sekarang maupun yang akan datang. Para penduduk Yerusalem meninggalkan kota itu pertama kali pada hari jumat tanggal 27 Rajab 583 Hijriyah atau bertepatan dengan hari isra’ mikraj Rasulullah SAW. Khatib pertama di Masjid Al Aqsa adalah Al Qadhi Muhyiddin bin Zakiyuddin, yaitu ulama penasehat sekaligus sahabat dekat Sultan Shalahuddin. Masjid penuh sesak dengan jamaah kaum muslimin dan mereka sangat bersyukuri atas nikmat yang Allah berikan kepada kaum muslimin saat itu, bahkan banyak diantara jamaah yang menangis ketika mendengar khutbah dari Syeikh Al Qadhi Muhyiddin.

Rabu, 16 Juli 2014

SULTAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI (Bagian 3)


D. Penaklukan Kerajaan Yerusalem
            a. Kerajaan Kristen Yerusalem di Zaman Sultan Shalahuddin
                        Pada tahun 1174, sepeninggal Raja Almaric, maka Kerajaan Yerusalem dipimpin oleh anaknya yang baru berumur 13 tahun, Baldwin IV. Ia adalah seorang penderita lepra sejak kecil. Walaupun masih muda, namun ia memiliki keberanian dan kekuatan hati. Hanya saja, karena dalam kondisi fisik yang tidak memungkinkan dan umurnya yang masih sangat muda, maka ia menyerahkan urusan pemerintahan kepada walinya, Raymond dari Tripoli.
                        Karena lemahnya Raja, maka muncullah 2 kubu pada tubuh Kerajaan Yerusalem yang sama-sama kuatnya mempengaruhi keputusan sang Raja. Pertama adalah kubu merpati, yaitu kelompok yang lebih menyukai berdamai dengan kaum muslimin. Pendukung terpenting kubu ini antara lain adalah Raymond dari Tripoli, Balian dan Baldwin bersaudara dari Ibelin. Kedua adalah kubu elang, yaitu kelompok yang lebih menyukai perang, pertumpahan darah dan harta kekayaan. Kubu ini dipimpin oleh Reynald de Chatilon, Gerard dari Ridford dan Guy of Lusignan.
                        Pada tahun 1177, Raja Baldwin IV merasa sudah cukup kuat untuk memimpin pemerintahan, sehingga ia mengambil secara penuh hak atas kekuasaanya dari Raymond. Kesempatan ini dipergunakan oleh Sultan Shalahuddin untuk menyerang Yerusalem, yang ia perkirakan dalam kondisi lemah. Namun dalam penyerangan pertama ini ia mengalami kekalahan, karena ternyata pasukan Kerajaan Yerusalem masih bersatu padu. 
                        Setelah kejadian ini, Baldwin IV merasa perlu untuk menjaga kemakmuran rakyatnya, sehingga ia mengajukan genjatan senjata dengan Sultan. Sebenarnya perdamaian bukanlah pilihan Sultan, namun karena tahun itu adalah musim paceklik yang membuat rakyat cukup menderita, akhirnya ia menyetujui permintaan Baldwin. Mulai tahun 1177, Kerajaan Yerusalem dan Kesultanan dibawah pimpinan Shalahuddin mengalami masa-masa damai selama 4 tahun. Tidak ada yang boleh membunuh satu sama lain, jika ada yang membunuh seorang muslim, maka ia harus dihukum mati, begitu pun sebaliknya.
                        Perdamaian bukanlah pilihan bagi kubu elang seperti Reynald de Chatilon. Di tahun 1181 ia membuat keonaran dengan menyerang karavan dagang yang akan menuju ke Mekkah ketika melewati wilayah kekuasaannya di Karak. Ia merampas semua harta kekayaan para pedagang, membunuh dan menawan orang-orang tsb. Karena kejadian ini, maka rusaklah perjanjian damai. Sebagai raja, Baldwin IV ternyata tidak mampu menghukum Reynald, karena kuatnya posisinya, bahkan Baldwin sendiri tidak mampu mengembalikan harta yang telah dijarah oleh Reynald.
                        Sebagai langkah balasan dalam rangka mengembalikan para tawanan, maka Sultan Shalahuddin menawan 150 peziarah Kristen sebagai sandera. Namun ternyata cara ini pun tidak dapat memaksa Reynald melepaskan sanderanya, bahkan menjadikan mereka sebagai budak yang dijual. Akhirnya, Sultan masuk ke Negara mereka, menghancurkan desa-desa dan ladang-ladang di Galilea, mengepung Beirut dan dapat menaklukkan benteng Habis Jaldack di seberang sungai Yordan.
                        Dalam kondisi seperti itu pun Reynald masih saja agresif ingin menyerang wilayah kaum muslimin. Di tahun yang sama bahkan Reynald bersama pasukannya merencanakan penyerangan ke Mekah, Madinah dan kota-kota pelabuhan di laut merah menggunakan kapal-kapal. Bersama pasukan bajak lautnya, ia mulai menyerang kawasan kaum muslimin. Dengan sigap, saudara Sultan, Sayfuddin Al Adil langsung berangkat dari Mesir untuk membendung pasukan Reynald. Akhirnya pasukan pengacau ini dapat dikalahkan dan sebagian besarnya dapat ditawan, walaupun Reynald sendiri dapat melarikan diri. Mendengar kejadian ini, akibat penodaan terhadap kedua kota suci kaum muslimin, Sultan kemudian bersumpah akan membunuh Reynald dengan tangannya sendiri.
                        September 1183, setelah Sultan menguasai Aleppo, ia mulai menyerang Yordania dan memasuki Galilea. Menghadapi ini, Guy of Lusignan sebagai wali Raja menggantikan Raymond mulai memobilisasi pasukannya untuk menghadang Sultan di Kolam Goliath. Dengan berkemah di hadapan kemah pasukan Sultan, Guy hanya mengambil posisi pasif, tidak agresif menyerang. Karena Guy menolak untuk bentrokan terbuka dengan pasukan Sultan, akhirnya Sultan menarik mundur pasukannya karena cuaca dan iklim di sana kurang bersahabat.
                        Dirasa kurang cakap dalam memimpin, Raja Baldwin IV mencopot perwalian Guy dan menggantinya kembali dengan Raymond. Sehingga Raymond menjadi wali kerajaan sampai Baldwin meninggal dunia.
                        Ada kejadian penting pula yang perlu kita catat di saat sebelum meninggalnya Baldwin IV. Sultan Shalahuddin yang telah lama menargetkan Reynald sebagai target nomor 1 dalam daftar pencariannya, bergerak menuju ke benteng Karak. Dengan segera pasukannya mengepung benteng tersebut dan menghujaninya dengan manjanik dan mangonel. Ternyata, di dalam benteng tersebut sedang dilangsungkan pernikahan antara Isabella, anak angkat Balian dari Ibelin dan Humprey, anak angkat Reynald. Untuk memberitahukan kejadian tersebut, si tuan rumah sengaja memberikan hidangan pernikahan tersebut kepada Sultan. Mengetahui kejadian itu, Sultan memerintahkan pasukannya menghentikan serangan karena tidak ingin mengganggu malam pengantin mereka berdua. Bahkan, setelah mengetahui datangnya pasukan yang dipimpin langsung oleh Raja Baldwin IV untuk melindungi benteng Karak, Sultan menarik diri pasukannya karena tidak ingin memakan banyak korban.
                        Tahun 1185 Raja Baldwin IV meninggal dunia di usia 24 tahun. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan kepada walinya, Raymond agar sepeninggalnya nanti, yang akan menggantikannya sebagai Raja Yerusalem adalah kemenakannya yang masih kecil, Baldwin V anak dari adik kandungnya, yaitu Sybilla dengan suami pertamanya, Baldwin dari Ibelin. Putri Sybilla sendiri telah bercerai dengan Baldwin dari Ibelin dan menikahi Guy of Lusignan dari kubu elang. Kemudian, Raja Baldwin IV juga berpesan kepada Raymond, jika Baldwin V tidak dapat hidup sampai umur 10 tahun, maka untuk memilih Raja Yerusalem yang baru harus diputuskan oleh Paus di Vatikan bersama Raja Inggris dan Raja Perancis.
                        Sesuai wasiat Baldwin IV, maka Baldwin V menjadi raja Yerusalem yang baru dan Raymond dari Tripoli menjadi walinya. Merasa pemerintahannya kurang kondusif, maka Raymond mengajukan perdamaian dengan Sultan Shalahuddin. Sultan menerimanya dan perjanjian perdamaian ini ditandatangani untuk jangka waktu 4 tahun. Entah karena sakit atau pembunuhan, setahun setelah itu, sekitar bulan Agustus 1186 Baldwin V meninggal dunia di Acre.
                        Raymond sang wali Raja dan Joscelin sang menteri menghadiri prosesi pemakanan Baldwin V. Setelah pemakanan, Joscelin menyarankan Raymond untuk segera berangkat ke Tiberias agar mengadakan rapat dewan dengan para baron demi mendiskusikan wasiat dari Raja Baldwin IV tentang penunjukan Raja yang baru.
                        Tanpa diduga oleh Raymond sebelumnya, ketika ia dan para baron berada di Tiberias, ternyata terjadi kup di istana Yerusalem. Uskup Agung Yerusalem Herakles mendahuluinya, ia meresmikan Guy of Lusignan sebagai Raja Yerusalem dan Sybilla sebagai Ratu Yerusalem. Besar kemungkinan, Joscelin sang menteri berada di balik scenario besar ini. Peresmian Raja Yerusalem yang baru ini tidak diketahui oleh kubu merpati yang kebanyakan adalah para baron, hanya dihadiri oleh kubu elang saja. Merasa dikhianati, Raymond tidak mau mengakui kekuasaan Raja Guy of Lusignan. Ia lebih memilih menjaga territorialnya sendiri saja, di wilayah Tripoli dan Tiberias.
                       
            b. Perang Hittin
·         Penyebab Perang Hittin

Raja Yerusalem yang baru, Guy of Lusignan adalah seorang yang kurang cakap dalam memimpin. Ia kurang tegas dan mudah sekali dipengaruhi oleh kubu elang yang lebih menyukai peperangan. 

Raja Yerusalem terakhir, Guy of Lusignan

Raja Yerusalem ini selalu menunggu kesempatan untuk dapat menguasai daerah Islam seperti Mesir dan Suriah karena sangat berdekatan dengan wilayah kekuasaanya di Yerusalem dan daerah sekitar pantai. Dengan naiknya Guy of Lusignan dari kubu elang sebagai Raja Yerusalem, maka Reynald seperti merasa bebas melakukan apapun yang ia inginkan. Selama pemerintahan Baldwin IV dan V ia selalu diawasi oleh Raymond dari Tripoli, sehingga gerakannya terbatas, namun sekarang Raymond telah keluar dari pemerintahan, jadi ia sekarang merasa bebas melakukan perampokan dan pembunuhan di wilayah Islam. Reynald banyak melakukan teror terhadap muslim yang melintasi Mesir menuju ke Suriah ataupun Mekkah yang melewati daerah kekuasaanya.

Peta Jalur perdagangan Mesir – Suriah dan jalur jamaah haji yang melewati daerah kekuasaan Reynald de Chatilon, penguasa Karak.

            Sebenarnya antara Shalahuddin dan Reynald telah terjalin perjanjian perdamaian. Salah satu isi perjanjian perdamaian tersebut adalah diperbolehkannya kafilah dagang Mesir menuju ke Suriah atau sebaliknya melewati wilayah Karak dengan aman. Ternyata Reynald mengkhianati perjanjian tersebut. Pada tahun 582 H atau tahun 1186 M, selang beberapa minggu setelah pengangkatan Guy of Lusignan, Reynald dan pasukannya menyerang kafilah dagang yang berangkat dari Mesir menuju ke Suriah, sehingga dia merebut harta benda dan menawan mereka. Tawanan tersebut diperlakukan buruk oleh Reynald, bahkan ia menghina Rasulullah SAW dengan mengatakan kepada mereka “Kalau kalian mempercayai Muhammad, sekarang panggil dia untuk membebaskan kalian yang tertawan dan menyelamatkan kalian dari keburukan yang menimpa kalian”. Kejadian ini membuat Shalahuddin marah. Sultan Shalahuddin lalu mengirimkan surat kepada Reynald dan juga Raja Yerusalem untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan tersebut. Dengan sombongnya, Raja Guy menolak permintaan Shalahuddin.
·         Persiapan Perang
Penolakan pertanggungjawaban Raja Guy berarti adalah pembatalan perjanjian perdamaian, sehingga perang pasti sudah tidak mungkin dielakkan lagi. Shalahuddin sudah berniat penuh untuk membalas orang-orang Frank salib tersebut bahkan ingin sekali membebaskan Yerusalem. Dia mengumumkan jihad ke seluruh pelosok negeri Mesir, Suriah dan Irak agar kaum muslimin bersiap-siap baik jiwa maupun materi untuk menggempur pasukan salib di Yerusalem, Karak dan seluruh kerajaan mereka. Terbentuklah pasukan Islam yang cukup besar sekitar 20.000 prajurit infantri (pasukan pejalan kaki) dan 12.000 pasukan kaveleri (pasukan berkuda) beserta perbekalan dan alat-alat perang yang lengkap untuk memenuhi maksud tersebut. Mereka semua berkumpul di Damaskus dengan mendirikan tenda-tenda dan mengibarkan bendera-bendera panji Islam. Para ulama dan khatib jum’at mendoakan mereka agar menang dalam menghadapi perang besar kali ini.
Mengetahui keadaan yang sangat genting ini, Raymond dan penguasa Anthiokia segera mengajukan perdamaian dengan pihak Sultan Shalahuddin. Hal ini mereka lakukan agar kampanye Sultan yang hendak menyerang Yerusalem tidak sampai ke wilayah kekuasaan mereka. Sultan menyetujui pernanjian damai ini, sehingga Raymond dan Sultan sekarang telah berdamai dan menjadi sekutu yang baru.
Mengetahui bahwa Raymond telah mengadakan perjanjian damai dengan Sultan, Raja Guy marah. Ia kemudian berkeinginan untuk menyerang Raymond di Tiberias karena merasa dikhianati. Melihat kondisi yang genting ini, Balian dari Ibelin lalu datang ke Yerusalem menemui Guy untuk menenangkan situasi. Ia mengatakan bahwa jika Raja Guy menyerang Raymond, maka ia akan kehilangan pendukungnya, karena ia akan sangat membutuhkan pasukan Raymond untuk mengalahkan Sultan yang akan menyerangnya. Ia menyarankan agar sebaiknya Raja Guy berdamai saja dengan Raymond supaya dapat mengatasi kondisi yang sulit ini. Raja Guy menyetujui pendapat Balian, akhirnya ia menunjuk Balian agar dapat mengatur proses perdamaiannya dengan Raymond.
Maka berangkatlah utusan perdamaian menuju ke Tiberias pada tanggal 29 April 1187. Dari pihak Raja Guy, ia mengutus pemimpin Ksatria Templar dan Ksatria Ordo Hospitalier sebagai wakilnya. Mereka telah merencanakan akan bertemu dengan Balian di kastil La Feve yang terletak di dataran Esdraelon, desa Galilea daerah Tiberias.
Pada tanggal 30 April 1187, putra Sultan Shalahuddin, Al Afdhal mendatangi Raymond di Tiberias dan mengajuakan satu permintaan. Al Afdhal meminta ijin kepada Raymond untuk memasuki wilayah Galilea sebagai pasukan penyelidik pasukan Yerusalem. Dengan berat hati, Raymond menyetujui permintaan tersebut, karena kini Sultan telah menjalin perdamaian dengannya. Hanya saja Raymond mensyaratkan agar pasukan penyelidik itu hanya 1 hari saja memasuki wilayah Galilea, pada sore harinya mereka harus kembali lagi. Al Afdhal menyetujuinya dan berjanji akan kembali sore harinya dan tidak akan merusak desa dan menjarah.
Di hari itu, Raymond mengutus ksatrianya sebagai wakil perdamaiannya dengan Raja Guy. Ia berpesan pula kepada utusannya itu bahwa mereka dan para utusan Raya Guy harus bersembunyi dari pasukan Al Afdhal yang akan memasuki Galilea besok. Ketika malam tiba, masih di tanggal 30 April, sampailah utusan Raymond di kastil La Feve dan bertemu dengan utusan Raja Guy, yang salah satunya adalah Gerald dari Ridford, pemimpin orde Ksatria Templar. Begitu disampaikan oleh utusan Raymond tentang akan datangnya pasukan Al Afdhal memasuki Galilea dan diperintahkannya mereka untuk bersembunyi, maka bangkitlah kesombongan Gerald. Ia merasa sebagai Ksatria Templar, maka ia tidak boleh takut pada musuh dan tidak akan bersembunyi sebagai seorang pengecut.
Maka, pada malam itu juga Gerald memerintahkan untuk mengumpulkan para Ksatria Templar di wilayah Galilea agar datang ke tempatnya. Kemudian datanglah perwira tinggi Ksatria Templar, James Muray bersama sekitar 90 orang ksatrianya untuk bergabung bersama Gerald di kastil La Feve. Keesokan paginya, bergabung pula sekitar 40 ksatria sukarelawan dari Galilea di Nazaret, dekat daerah Cresson.
Tanggal 1 Mei 1187, sesuai kesepakan Al Afdhal dengan Raymond kemarin, maka masuklah 7.000 pasukan kavaleri Islam yang dipimpin oleh Al Afdhal menuju wilayah Galilea. Sedangkan di pihak Ksatria Templar dan Ksatria orde Hospitalier yang dipimpin oleh Gerald tengah mencari pasukan Islam. Sesampainya mereka di sebuah padang rumput di daerah Cresson, mereka melihat begitu banyaknya pasukan Islam yang memasuki Galilea. Hal ini tidak mereka prediksi sebelumnya. Akibatnya muncullah perdebatan di kalangan pemimpin mereka, antara Gerald, James dan guru Orde Hospitalier. James dan guru Orde Hospitalier lebih memilih untuk mundur, karena tidak mungkin menyerang pasukan yang jumlahnya sebanyak itu dengan jumlah pasukan mereka yang tidak lebih dari 150 orang saja.
Tidak ada kata mundur bagi Gerald, ia tetap pada rencana semula untuk menyerang pasukan Islam walau dalam kondisi apapun. Bahkan Gerald menuduh James penakut dan lari dalam perang. Merasa dilecehkan, James mengatakan bahwa ia bukanlah seorang pengecut, bahkan ia lebih berani daripada Gerald di medan pertempuran. Akhirnya mereka semua bersepakat untuk melakukan misi bunuh diri itu karena merasa dirinya adalah ksatria salib yang berani mati. Majulah semua pasukan Ksatria Templar dan Ksatria Orde Hospitalier menggempur pasukan Al Afdhal. Dan tentu saja pasukan Islam lebih unggul daripada mereka karena jumlahnya yang jauh lebih banyak.
Sore harinya, masih di tanggal 1 Mei, sesuai kesepakatan dengan Raymond, maka Al Afdhal telah keluar dari Galilea. Namun, ada pemandangan yang berbeda dari pasukan ini, ketika memasuki Galilea di pagi hari, tombak-tombak dan pedang mereka bersih, namun ketika keluar darinya di sore hari, tombak-tombak pasukan depan ini masing-masing tertancap 1 kepala Ksatria Templar. Melihat kejadian ini secara langsung di depan bentengnya di Tiberias, Raymond sangat terpukul dan merasa bersalah.
Raja Guy lalu menuduhnya sebagai seorang pengkhianat Kristen. Dengan perasaan yang sedih dan bersalah, akhirnya Raymond memutuskan perjanjian damainya dengan Sultan dan memilih bergabung dengan pasukan Yerusalem. Raja Guy merasa sangat senang, karena akhirnya ia mendapat dukungan Raymond dan pasukannya.
            Raja Yerusalem yang mengetahui tentang maksud Shalahuddin untuk menyerang,  mulai mempersiapkan diri dan pasukannya demi menghadapi perang besar ini. Dia mengumpulkan panglima perangnya seperti Reynald penguasa Karak, Balian dari Ibelin dan Raymon penguasa Tripoli. Mereka semua berkumpul di Acre sehingga jumlah pasukannya juga hampir sama dengan jumlah pasukan Shalahuddin, yaitu sekitar 20.000 pasukan infantri dan 12.000 pasukan ksatria penunggang kuda.
·         Kronologis Peperangan
Marilah kita simak jalannya peperangan Shalahuddin di Hittin berikut ini yang merupakan perang yang sangat menentukan untuk dikuasainya kembali Yerusalem oleh kaum muslimin.
Perhatikan peta perjalanan peperangannya berikut :

Peta perjalanan kedua pasukan dan jalannya pertempuran di Hittin

            Menurut Dr Abdullah Nashih Ulwan penulis buku Shalah Ad Din Al Ayyubi; Bathal Hithin wa Muharrir Al Quds Min Ash Shalibiyyin bertepatan pada bulan Rabiul Akhir 583 Hijriyah (bukan di bulan Ramadhan, seperti beberapa pendapat lainnya) atau akhir bulan Juni 1187 Masehi, pasukan Sultan Shalahuddin telah keluar dari Damaskus kemudian berangkat menuju Tal Ashtarah. Sedangkan pasukan salib pimpinan Raja Guy of Lusignan sudah keluar dari Acre dan menuju ke daerah yang bernama Saphorie yang subur dan banyak sumber airnya. Raja Guy telah membagi 3 kekuatan pasukannya, pasukan depan dipimpin oleh Raymond, pasukan utama dia pimpin sendiri, sedangkan pasukan belakang dipimpin oleh Balian, Reynald dan beberapa panglima lainnya.
            Pada tanggal 27 Juni 1187, pasukan salib berkemah di Saphorie, sedangkan pasukan Sultan Shalahuddin pada tanggal 1 Juli telah menyeberangi sungai Yordan dan berkemah di dekat daerah Senabra. Pasukan salib rencananya akan menunggu dan menghadapi pasukan Sultan Shalahuddin di Saphorie, karena daerah ini sudah mereka kuasai, termasuk sumber-sumber airnya. Sedangkan Sultan Shalahuddin tidak kalah cerdiknya dalam membuat strategi perang, dia beranggapan tidak baik bagi pasukannya menghadapi pasukan salib di Saphorie, karena dengan sumber air yang mereka kuasai, pastilah pasukan Sultan akan kehausan dalam perang nantinya, sehingga bisa mengakibatkan kekalahan di pihaknya.
Strategi yang dilakukan oleh Sultan adalah dengan membagi 2 pasukannya, sebagian kecil pasukan dia pimpin sendiri untuk menyerang Benteng Tiberias, yaitu benteng pertahanan milik Raymond dari Tripoli, sedangkan pasukan intinya yang besar dipimpin oleh panglimanya Mudzaffar ad Din Kukubri untuk meneruskan perjalanan ke daerah Kafr Sabt. Tujuan Sultan menyerang Benteng Tiberias adalah memancing pasukan salib untuk menyelamatkan benteng tersebut, sehingga mereka keluar dari daerah Saphorie yang subur. Jika mereka berjalan ke arah Tiberias, maka pasukan intinya yang dipimpin oleh Mudzaffar dapat menyergap mereka di Tanduk Hittin (Horn of Hattin), yaitu daerah bukit yang gersang dan kering sumber airnya.
Raymond yang sudah berpengalaman dalam berbagai medan peperangan telah mengetahui taktik pancingan Sultan. Walaupun Tiberias adalah wilayah kekuasaannya, dan dia paling berkepentingan untuk membebaskannya dari kepungan pasukan Sultan, namun ia mengemukakan pendapatnya kepada Raja Guy agar tetap bertahan di Saphorie dan jangan terpancing oleh siasat Sultan. Karena ia tahu bahwa jika pasukan salib melewati daerah gersang seperti bukit Tanduk Hittin dan disergap di sana, maka pasukan ini pasti akan hancur. Sedangkan ia sangat paham dengan karakter Sultan Shalahuddin yang pemaaf, maka Sultan pasti tetap akan memperlakukan dengan baik para tawanan Tiberias. Awalnya, Raja Guy terpengaruh oleh pendapat Raymond dan menyetujuinya. Namun, ketika di malam harinya, kubu elang yang dipimpin oleh Reynald de Chatilon masuk ke kemah Raja Guy dan mempengaruhinya agar pergi ke Tiberias untuk menyerang pasukan Sultan. Reynald mengatakannya sebagai seorang pengecut jika ia tidak berani menghadapi pasukan Sultan. Terpengaruh oleh ajakan kubu elang, akhirnya Raja Guy memutuskan untuk menghadapi Sultan di Tiberias. Tentu saja hal ini sangat mengejutkan Raymond dan kubu merpati, dengan berat hati, akhirnya mereka tetap mengikuti perintah Raja Guy.
Pada tanggal 2 Juli 1187, pasukan Shalahuddin telah mengepung benteng Tiberias dan berhasil menguasai kotanya. Sedangkan pasukan salib pada tanggal 3 Juli pagi hari sudah mulai bergerak keluar dari Saphorie menuju ke Tiberias. Begitu mendengar berita tentang keberangkatan pasukan salib menuju Tiberias, Sultan sangat senang, karena ternyata taktik perangnya berhasil.
Jalur menuju Tiberias dari Saphorie adalah melewati Tur’an, Kafr Sabt lalu Tiberias. Tetapi karena daerah Kafr Sabt telah dikuasai oleh pasukan Shalahuddin, maka pasukan salib mengambil jalur alternatif yang lain yaitu melewati Tanduk Hittin.
Pada tanggal 3 Juli 1187 tengah hari, pasukan salib telah sampai di Tur’an yang berjarak sekitar 10 km dari Saphorie. Tur’an adalah daerah yang subur dan banyak sumber airnya, maka pasukan salib memenuhi kantung-kantung air mereka untuk bekal perjalanan mereka ke Tiberias. Sore harinya mereka telah sampai di bukit Tanduk Hittin. Bukit ini begitu gersang serta udara saat itu juga cukup panas dan kering. Persediaan air pasukan salib sudah mulai habis, disebabkan beratnya medan pegunungan menuju Hittin dan panas teriknya matahari.
Sebelum pasukan salib mencapai Tanduk Hittin, pasukan Islam yang dipimpin oleh Mudzaffar telah memblokade jalan di lembah Hittin yang banyak mengandung sumber air dan menguasainya terlebih dahulu. Sedangkan Shalahuddin dan sebagian besar pasukannya telah berbalik arah dari benteng Tiberias menuju ke lembah Hittin untuk bersatu kembali dengan pasukan Mudzaffar. Dia meninggalkan sebagian kecil pasukannya untuk mengepung benteng Tiberias, yang akhirnya dapat dikuasai setelah beberapa hari kemudian. Shalahuddin membagi 3 kelompok besar pasukannya, pasukan yang dia pimpin sendiri, pasukan yang dipimpin oleh Mudzaffar dan pasukan yang dipimpin oleh keponakannya, yaitu Taqiuddin. Dia memerintahkan Taqiuddin untuk memblokade jalan di sebelah utara lembah agar pasukan salib tidak dapat menuju lembah Hittin yang kaya sumber air, sedangkan dia sendiri memblokade jalan di bagian selatannya. Pasukan Mudzaffar diperintahkan untuk memecah pasukan utama dengan pasukan belakang musuh.

Sore itu bertemulah kedua pasukan. Pasukan salib yang kehausan, langsung menyerang pasukan Shalahuddin karena ingin mendapatkan air di lembah Hittin. Dengan kekuatan penuh, pasukan Shalahuddin berhasil mematahkan serangan mereka sehingga tidak dapat mencapai sumber air. Pasukan Mudzaffar pun dapat memukul mundur pasukan belakang musuh sehingga mereka terjepit kembali ke bukit Tanduk Hittin.


Pasukan Sultan Shalahuddin dan pasukan Raja Guy bertemu di Hittin

Begitu malam tiba, Raja Guy memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan disebabkan kelelahan dan kehausan. Dia berharap bisa mendapatkan air di sumur-sumur sekitar bukit tersebut, tetapi usahanya sia-sia, karena ternyata sumur-sumur pun telah kering. Akibatnya, malam itu pasukan salib berada dalam keadaan yang sangat haus karena dari sore tidak memiliki air untuk diminum.
Pagi – pagi sekali tanggal 4 Juli mereka dikejutkan oleh kebakaran di kemah-kemah mereka, akibat sabotase dari pasukan Shalahuddin. Panas api ditambah rasa haus yang sangat membuat pasukan salib tidak berdaya. Serangan yang mereka lancarkan di hari itu sangat lemah dan kurang bertenaga, akibatnya pasukan Shalahuddin dapat menghancurkan pasukan mereka dan memisahkan pasukan infantri dan pasukan berkuda mereka. Pasukan depan mereka hancur dipatahkan oleh pasukan Taqiuddin. Raymond dapat lolos dari kepungan bersama sebagian kecil saja diantara pasukannya. Begitu mereka lolos, pasukan Taqiuddin langsung memblokade agar pasukan Raymond tidak dapat masuk lagi bergabung dengan pasukan intinya. Dengan perasaan yang kecewa bercampur dengan kesedihan yang mendalam, Raymond berusaha membuka kembali blokade tersebut. Namun ia gagal, bahkan ia terbunuh di medan perang Hittin ini. Melihat kejadian itu, sebagian pasukannya yang tersisa melarikan diri ke Tyre.
Pasukan infantri yang merupakan pasukan inti pimpinan Raja Guy mencoba menembus blokade pasukan Shalahuddin, namun selalu gagal, akibatnya mereka terpukul mundur ke bukit Tanduk Hittin dan banyak yang terbunuh di sana.


Ilustrasi pelukis tentang dipukul mundurnya pasukan infantry pasukan salib

Pasukan belakang mereka berhasil dihadang dan dibuat kocar kacir oleh pasukan Mudzaffar. Tanpa dukungan pasukan infantri, kuda –kuda pasukan kavaleri ksatria Templar  banyak yang terkena panah pasukan muslim sehingga mereka harus berjalan kaki. Meskipun dengan tekad yang sangat kuat dan berusaha sekuat tenaga menembus barisan pertahanan pasukan Islam, tetapi tetap saja mereka tidak mampu menembusnya. Akhirnya mereka semua terpojok di bukit Tanduk Hittin dan terpaksa menyerah.


Ilustrasi pelukis tentang pasukan ksatria Templar yang dihujani panah

·         Akhir Perang Hittin
   Sore itu pada tanggal 4 Juli 1187, pasukan salib kalah total di Hittin dan menyerah. Diantara mereka yang tertangkap adalah Raja Yerusalem, yaitu Guy of Lusignan dan penguasa Karak yaitu Reginand de Chatillon. Sedangkan Balian of Ibellin dan sebagian pasukannya berhasil lolos menuju ke Tyre. Pasukan salib yang terluka dirawat dengan baik oleh Shalahuddin, yang ditawan juga diperlakukan secara manusiawi.
Sore itu didirikanlah tenda untuk Sultan Shalahuddin, kemudian didatangkanlah Raja Guy dan Reynald. Raja Guy sangat kehausan, sehingga ia meminta minum. Shalahuddin adalah raja yang sangat baik hati, ia memberikan Raja Guy segelas air dingin. Raja Guy menyisakan sedikit minuman tersebut, lalu memberikannya kepada Reynald, kemudian ia langsung mengambil dan meminumnya. Melihat kejadian tersebut, Shalahuddin sangat marah dan berkata kepada Raja Guy “ Aku tidak memperkenankanmu memberikannya minum karena aku tidak memberikan jaminan keamanan padanya.”
Shalahuddin masih marah kepada Reynald yang sudah memperlakukan buruk para tawanan, menjarah kafilah dagang, menteror jamaah haji dan terutama menghina Rasulullah SAW. Ia masih ingat perkataan Reynald kepada para tawanan ketika itu “Kalau kalian mempercayai Muhammad, sekarang panggil dia untuk membebaskan kalian yang tertawan dan menyelamatkan kalian dari keburukan yang menimpa kalian”. Sultan berkata kepada Reynald “Aku adalah duta Rasulullah SAW untuk menolong umatnya.” Kemudian Sultan memenuhi janjinya dengan memenggal sendiri kepala Reynald. Melihat Raja Guy yang ketakutan, ia berkata “tenanglah, tidak biasanya para raja itu membunuh raja-raja lainnya. Akan tetapi orang ini (Reynald) telah melampaui batas,maka dari itu terjadilah padanya apa yang telah terjadi”. Akhirnya ia mengirimkan Raja Guy ke penjara Damaskus dan memperlakukannya dengan baik, bahkan nantinya setelah penaklukan Yerusalem, ia melepaskan Raja Guy atas permintaan Ratu Sybila, istri Raja Guy.


Gambaran pelukis tentang kekalahan pasukan salib dan perbincangan Sultan Shalahuddin dengan Raja Guy of Lusignan

Kemenangan Shalahuddin di Hittin adalah pembuka jalan bagi penaklukan Yerusalem. Inti kemenangan pasukan Shalahuddin di Hittin adalah karena bekal taqwa, tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT, dukungan material dan doa kaum muslimin, pasukan yang kuat dan senantiasa dalam ketaatan kepada Allah, Rasulullah dan pemimpin mereka serta strategi perang yang sangat tepat. Strategi perang yang dilakukannya mirip sekali dengan strategi perang Rasulullah SAW ketika di perang Badr. Strategi perangnya adalah dengan menguasai sumber air di medan peperangan terbuka, hal ini dilakukan agar semangat pasukan lawan menjadi lemah karena kehausan dan kelelahan.
Strategi perang di Badr ini dikemukakan oleh seorang sahabat Rasulullah SAW yang bernama Hubab bin Mundzir yang kemudian dibenarkan oleh Nabi dan mereka melakukannya. Ketika Rasulullah berhenti dan bermarkas di sebuah tempat di dekat mata air Badr, yang dirasakan oleh Hubab bukanlah tempat yang strategis, maka sahabat ini bertanya “Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah atas wahyu dari Allah atau hanya strategi perang saja?” Rasulullah menjawab “ini hanya strategi perang saja” lalu Hubbab berkata “ Wahai Rasullah, ini bukanlah tempat yang strategis, pindahlah hingga engkau bisa menjadikan seluruh sumur itu berada di belakang posisimu dan keringkanlah seluruh sumur itu serta sisakan satu saja. Kemudian galilah di sekitarmu sebuah kolam. Lalu kita memerangi musuh, dan kita bisa minum sedang mereka tidak, hingga Allah memutuskan perkara antara kita dengan mereka”. Strategi ini terbukti sangat jitu dan akhirnya Rasullah SAW beserta  para sahabatnya berhasil memenangkan perang Badr ini walaupun jumlah mereka ketika itu hanya 305 orang sedangkan kafir Quraish 950 orang dan 200 kuda perang.



Selasa, 15 Juli 2014

SULTAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI (Bagian 2)


B. Masa Kecil sampai Dewasa Sultan Shalahuddin
            Siapakah sebenarnya Sultan yang disegani di seluruh dunia karena kebaikan hatinya dan kebijaksanaannya ini?. Nama aslinya adalah Shalahuddin Yusuf bin Ayyub,. Lahir pada tahun 532 H atau 1137 M di benteng Tikrit, yaitu kota kuno yang berada di dekat Baghdad, Irak saat ini. Dia lahir di dalam benteng dikarenakan ayahnya yang bernama Ayyub bin Syadzi adalah seorang komandan di benteng Tikrit tersebut.
            Ketika masih bayi, Shalahuddin beserta keluarganya pindah ke Baalbeek (Baklabak) di daerah Suriah. Masa kecilnya merupakan masa-masa yang paling bahagia dan menyenangkan baginya. Sejak kecil dia telah terbiasa hidup mulia, belajar dari ulama-ulama terbaik ketika itu, mulai dari ilmu bahasa arab, Al Qur’an dan Hadist Nabi sampai fikih semua dipelajarinya. Dia juga belajar menunggang kuda, berlatih berpedang, memanah, strategi perang, politik dan mengelola berbagai urusan dari guru-guru terbaik. Akhirnya, beliau tumbuh menjadi seorang yang terpelajar dan tangkas dalam semua bidang.
            Ketika telah lengkap ilmunya, dia dipercaya oleh Sultan Nuruddin Mahmud Zanki sebagai kepala keamanan di seluruh Suriah. Ketika dia menjabat kepala keamanan, maka amanlah seluruh wilayah Suriah ketika itu, bahkan para pencuri dan penyamun pun takut ketika mendengar namanya.
            Peperangan pertama yang dia ikuti adalah ketika ia diperintahkan oleh Sultan Nuruddin bersama-sama pamannya yang bernama Asaduddin Syirkuh untuk membebaskan Mesir dari tangan pemberontak yang bergabung dengan pasukan Raja Yerusalem, Almaric. Sebenarnya Mesir bukanlah bagian dari kekuasan Sultan Nuruddin, tetapi Sultan Al Adhid, penguasa Mesir dari dinasti Fathimiyah yang beraliran Syiah meminta pertolongan kepadanya. Bagi Sultan Nuruddin, ini adalah kesempatan yang baik untuk dapat mengambil alih kekuasaan Syiah atas Mesir dan menggantikannya dengan ajaran sunnah Rasulullah SAW yang benar.
Peperangan ini berlangsung cukup lama, tetapi diakhiri dengan kemenangan pasukan Suriah atas pasukan salib dan para pemberontak. Dengan kemenangan ini, Asaduddin Syirkuh diangkat menjadi perdana menteri Mesir oleh Sultan Al Adhid.
Shalahuddin telah menujukkan kehebatan dan ketangkasannya dalam peperangan ini. Dia pun juga banyak belajar dari pamannya tentang strategi perang. Ilmu berperang ini suatu saat nanti akan sangat berpengaruh pada kemampuannya untuk bisa mengalahkan pasukan salib di medan perang berikutnya.   

C. Shalahuddin menyatukan kaum muslimin dari Mesir, Irak sampai ke Suriah
a. Menguasai Mesir dan Mengembalikannya ke Ajaran Islam yang Benar  
            Hanya 2 bulan menjabat sebagai perdana menteri Mesir, Asaduddin Syirkuh wafat, maka Shalahuddin menggantikan posisi pamannya sebagai perdana menteri di Mesir. Sebagai perdana menteri, dia banyak melakukan perubahan di negeri itu, contohnya adalah menggantikan ajaran-ajaran yang sesat dengan ajaran sunnah Nabi yang benar, mendatangkan para ulama ahlu sunnah untuk mengajarkan dan mendakwahkan Islam dengan benar, membangun madrasah Islamiyah yang sangat banyak dan mendirikan berbagai gedung sekolah dan membangun jalan-jalan umum.
            Rakyat Mesir sangat senang dengan kepemimpinan Shalahuddin, karena beliau juga memiliki hati yang lembut, penyayang sesama muslim dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Dengan kepemimpinannya inilah akhirnya Mesir dapat diterangi dengan cahaya sunnah Nabi yang benar setelah selama beberapa ratus tahun gelap oleh ajaran kesesatan karena dikuasai oleh dinasti syiah Fatimiyah. Semoga Allah SWT membalas Shalahuddin dengan kebaikan yang banyak dan menerangi kuburnya dengan cahaya.
Setelah Sultan Al Adhid, penguasa Mesir dari dinasti Fathimiyah yang terakhir wafat, maka Shalahuddin meneruskan kepemimpinannya di Mesir. Bukan maksud Shalahuddin merebut kekuasaan dari generasi penerus Sultan Al Adhid, hanya saja tuntutan agama ini membuatnya harus melakukan hal tersebut. Sudah kami jelaskan di atas bahwa dinasti Fathimiyah adalah beraliran syiah, sedangkan agama syiah adalah sesat dan harus digantikan dengan ajaran sunnah Rasulullah SAW yang benar. Sebenarnya, jika Shalahuddin mau mengkudeta Sultan Al Adhid ketika ia masih hidup pun dapat ia lakukan, karena militer berada di bawah kekuasaannya. Namun, ia tidak melakukannya, karena ia ingin pergantian kekuasaan ini berjalan dengan damai dan tanpa pertumpahan darah. Akhirnya, momen yang tepat tentunya adalah ketika wafatnya Sultan Al Adhid tersebut. Agar pergantian kekuasaan ini berjalan tanpa hambatan yang berarti, maka Shalahuddin memindahkan para keluarga besar dinasti Fathimiyah dari pusat kerajaannya ke suatu daerah yang telah ia persiapkan sebelumnya. Tentu saja keluarga kerajaan ini tetap mendapatkan keistimewaanya dan kemuliaannya dengan diberikan fasilitas yang pantas dari Negara. Rakyat Mesir pun menerima pergantian kekuasaan ini dengan aman dan tanpa gejolak apapun. Salah satu sebabnya adalah rakyat Mesir telah merasa nyaman dengan kepemimpinan Shalahuddin sebelumnya, negeri mereka aman dari gangguan baik eksternal maupun internal.
Akhirnya, Sultan Shalahuddin diangkat menjadi Sultan yang menguasai Mesir atas ijin Sultan Nuruddin di Suriah. Sehingga Mesir secara langsung menjadi bagian dari daulah Islamiyah yang benar di bawah Khalifah Abbasiyah dan tidak pernah lagi jatuh di bawah pimpinan dinasti Fathimiyah yang sesat. 
Selama Shalahuddin menjabat sebagai penguasa di Mesir, pasukan salib 2 kali mengadakan penyerangan terhadap kota-kota di Mesir, tetapi semua berhasil ditumpas oleh pahlawan kita ini. Marilah kita simak peperangannya berikut ini.
Pada tahun 564 H atau 1168, orang-orang Frank salib dari Yerusalem dan Sisilia menyerang kota Damieta dengan kekuatan yang sangat besar dan perlengkapan perang yang sangat lengkap. Pasukan Shalahuddin yang bergabung bersama pasukan Suriah pimpinan Sultan Nuruddin datang hendak menghadapi pasukan salib menuju ke Damieta. Begitu pasukan salib melihat pasukan muslim yang datang dalam jumlah besar, akhirnya mereka lari tunggang langgang ketakutan tanpa terjadi peperangan yang berarti. Pasukan salib pulang ke negerinya dengan membawa kehinaan di wajahnya karena lari dari peperangan.
Pada tahun 569 H atau 1173, yaitu 5 tahun setelah penyerangan pasukan salib atas kota Damietta, mereka menyerang lagi ke pusat negeri Mesir yaitu kota Iskandariyah. Pasukan salib berdatangan dari arah laut membawa kapal yang berisi 1500 ekor kuda, 30 ribu prajurit, pelontar batu (manjanik), alat blockade dan alat-alat perang lainnya. Saat itu Sultan Shalahuddin sedang berada di kota lain, sehingga dia baru mengetahui kabar penyerangan tersebut setelah 3 hari penyerangan mereka. Begitu mendengar berita itu, tanpa membuang waktu lagi, pahlawan islam kita ini langsung mempersiapkan pasukannya dan menuju ke Iskandariyah. Perang meletus sangat hebatnya, tetapi hanya berlangsung sangat singkat. Di waktu ashar, pasukan Sultan Shalahuddin berhasil membuat kocar-kacir pasukan salib, menghancurkan kapal-kapal mereka dan membunuh sebagian besar pasukan tersebut. Pasukan salib yang tersisa melarikan diri tanpa menoleh lagi. Akhirnya pasukan Sultan berhasil mendapatkan harta rampasan perang yang sangat banyak dan kemenangan yang gemilang.
Selain pertempuran itu, Sultan Shalahuddin bersama pasukannya juga berhasil menguasai Aqobah, yaitu daerah yang menjadi jalur perjalanan haji kaum muslimin dari Mesir menuju Mekkah. Selama kepemimpinan Shalahuddin, Mesir dalam kondisi aman dan terkendali. Semua hal inilah yang juga semakin membuat rakyat Mesir semakin percaya dan mencintai Sultan Shalahuddin. Akhirnya banyak rakyat Mesir yang juga ikut andil dalam menyokong jihad yang dia lakukan baik secara materi maupun ikut langsung terjun dalam pertempuran.

b. Sultan Shalahuddin Menyelamatkan Suriah dari Kehancuran
  Pada tahun 569 H atau 1173, atasan Shalahuddin, yaitu Sultan Nuruddin, penguasa Suriah meninggal dunia. Ia kemudian digantikan oleh putranya, Ismail yang saat itu baru berumur 11 tahun. Karena masih sangat muda dan belum berpengalaman memegang pemerintahan, maka di masa Ismail negeri Suriah dalam kondisi yang kacau balau. Para amir yang menguasai kota-kota di Suriah saling memperebutkan posisi sebagai penguasa tertinggi di wilayah itu. Keadaan ini sangat memprihatinkan, sehingga rakyat Suriah mengirimkan surat kepada Sultan Shalahuddin agar datang ke Suriah untuk memperbaiki keadaanya.
Akhirnya Sultan Shalahuddin berangkat ke Damaskus dan memperbaiki keadaan di ibukota Suriah ini, sehingga keadaan menjadi aman dan terkendali. Tetapi, Shalahuddin juga harus menghadapi beberapa amir (pemimpin kota) yang masih belum mau bersatu dalam kesatuan Islam dan bahkan ada yang bersekutu dengan pasukan salib Yerusalem untuk mengalahkan dan mengusir Shalahuddin dari Suriah. Keadaan ini memaksa Sultan untuk memerangi para amir yang haus kekuasaan itu agar tetap berada dalam kesatuan Islam.
Amir – amir yang tidak mau bersatu dalam kesatuan Islam ini adalah amir di kota Homs, Hammah, Mosul dan Aleppo. Shalahuddin mula-mula menuju ke Homs dan berhasil menaklukkan amir kota ini, kemudian menggantikan posisinya dengan orang kepercayaannya untuk mengurus segala hal di kota itu. Selanjutnya, dia menuju ke Hammah, ternyata penguasa kota ini bersedia berdamai dengannya dan kembali kepada kesatuan Islam. Lalu dia menuju ke Mosul, ternyata amir kota ini tidak mau berdamai dengannya, akhirnya terpaksa Shalahuddin memeranginya sampai amir kota ini kalah dalam peperangan dan akhirnya tunduk pada kesatuan Islam. Aleppo adalah kota di Suriah yang paling akhir ditundukkan oleh Shalahuddin, yang pada akhirnya pun amir Aleppo menyerahkan kota tersebut untuk tetap bersatu dalam kesatuan Islam di bawah pimpinan Sultan Shalahuddin.

 
Peta kekuasaan Shalahuddin meliputi Mesir, Hijaz, Irak dan Suriah


Perlu diketahui bahwa, Sultan Shalahuddin melakukan semua peperangan untuk menyatukan Suriah bukanlah karena dia haus pada kekuasaan, tetapi dia melakukan pandangan yang jauh ke depan. Dalam pandangannya, jika ummat Islam ini terpecah belah menjadi daerah yang kecil-kecil, maka musuh mereka bersama, yaitu pasukan salib Yerusalem akan mudah menghancurkan Islam. Sehingga dia berusaha sekuat tenaga agar kesatuan Islam di Suriah tetap terjaga walaupun sepeninggal Sultan Nuruddin Zanki. Akhirnya, seluruh Mesir, Hijaz (semenanjung Arab), Irak sampai Suriah bersatu dalam kesatuan Islam di bawah kekuasaan Sultan Shalahuddin Al Ayubi. Dari kesatuan Islam inilah yang menjadi penyebab kemenangan kaum muslimin atas pasukan salib Yerusalem nantinya. 

Sumber Tulisan :
Wajah Dunia Islam, Dr Muhammad Sayyid Al Wakil
Sultan Shalahuddin Al Ayyubi Penakluk Jerusalem, Dr Abdullah Nashih Ulwan
Perang Suci, Karen Armstrong
History of The Arabs, Philips K Hitti